18 Juni 2009

Komunikasi Politik dan Catatan Kritis Debat Calon Presiden

Malam ini (18/62009), digelar acara Debat Capres untuk Pemilihan Presiden Putaran I 8 Juli mendatang. Dalam acara yang disiarkan secara langsung beberapa stasiun televisi, hadir kandidat presiden: Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Debab Capres dimoderatori oleh Anis Baswedan, Rektor Universitas Paramadina, dengan pembawa acara adalah Helmi Yahya.

Debat Capres ini tentu amat sangat berpengaruh terhadap publik dalam menentukan pilihan pada Pilpres mendatang. Dan tentunya, dapat dianalisis secara komunikasi politik. Selain analisis komunikasi politik ketiganya, ada beberapa catatan kritis mengenai debat ini.

Analisis Komunikasi Politik
Debat capres merupakan bagian dari pemasaran politik, sehingga momentum ini perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menggaet pembeli (baca: pemilih). Satu hal terpenting dalam pemasaran politik yang dapat dipakai politisi untuk mengendalikan opini publik adalah citra mengenai dirinya. Dalam era televisi dimana kesempatan menyampaikan pendapat dalam hitungan detik, masyarakat menilai politisi dalam waktu yang singkat sehingga kesan yang tertinggal dalam benak pemirsa lebih penting daripada pesan.

Citra merk untuk sebuah produk mewakili semua persepsi tentang merk dan dibentuk berdasar informasi yang dimiliki konsumen tentang merk tersebut termasuk juga pengalaman pribadi yang berkait dengan merk tersebut. Citra dari merk juga diasosiasikan dengan perusahaan penjualnya. Perubahan karakteristik fisik dari merk dapat mengubah citra umum tentang produk.

Sama dengan citra merk, citra politik tidak dapat dipisahkan dari obyek politik yang mempengaruhi perasaan orang dan sikap tentang politisi. Dalam politik, citra diciptakan melalui impresi visual yang dikomunikasikan lewat tampilan fisik politisi, kemunculan di media, pengalaman serta rekornya sebagai pemimpin politik yang semua informasi tersebut terintegrasikan ke dalam pemikiran rakyat. Citra dari kandidat juga dipengaruhi oleh seberapa besar dukungan rakyat dalam negara kepadanya.

Agar sukses dalam memasarkan produk atau politisi, citra yang jelas harus disampaikan dalam pesan tunggal yang menggambarkan produk atau sifat utama dari politisi. Pesan juga harus disampaikan secara berbeda sehingga tidak membingungkan dengan pesan yang sama dari kompetitor lain. Agar efektif, citra harus dikomunikasikan secara konsisten pada setiap pesan.

Dari Debat Capres ini, beberapa analisis yang dapat saya kemukakan:
1. Secara materi, pertanyaan dalam topik ”Tata Pemerintahan dan Penegakan Supremasi Hukum” tentu incumbent, yaitu SBY dan JK cukup diuntungkan mengingat keduanya paham dan sangat tahu isu-isu dan perkembangan terakhir mengenai topik yang dimaksud, sehingga angka dan data bisa disajikan dengan baik. Mega, karena sudah meninggalkan kursi kepresiden sejak 2004, hanya bisa mengungkap apa yang telah dikerjakannya di masa lalu.


2. Penampilan. Penampilan SBY cukup sederhana dan gagah, sementara Mega cukup memberikan gambaran seorang calon Ibu bangsa, dengan pakaian cukup baik berwarna cerah. Sementara mungkin JK perlu melakukan perbaikan mengingat pakaiannya—jas—hari ini kurang begitu pas di badan, dan ini agak aneh padahal JK biasanya menggunakan pakaian ”biasa” (bukan jas), sehingga terlihat JK agak kurang sederhana—meski jas yang dipakainya tanpa dasi.

3. Isi dan Cara Menjawab Pertanyaan. Cara menjawab ketiganya, secara umum bersifat normatif, dan lebih banyak saling mendukung, tak ada perbedaan tajam ketiganya. Mega lebih hal-hal bersifat praktis, demikian juga JK, sementara SBY lebih bersifat makro dan strategis. Diakui atau tidak, jawaban SBY lebih taktis dibanding Megadan JK, namun untuk kesederhanaan isi jawaban, apa yang disampaikan Mega lebih sederhana, mudah dicerna, meski tingkat analisis Mega dalam menjawab juga tidak dalam. JK sendiri dalam debat capres ini kurang memberikan jawaban taktis dan bebas seperti selama ini jika tampil sendiri. Posisinya tampil bersama dengan SBY, yang presiden, nampaknya mempengaruhi psikologis JK.

4. Konsistensi Program. SBY dan JK terus mengkomunikasikan pesan/motto kampanyenya dalam Debat Capres ini. SBY berulang kali mengemukakan kata ”lanjutkan” dan JK juga memberikan catatan penutup ”Lebih Cepat, Lebih Baik”. Mega dalam hal ini agak kurang menonjolkan slogan yang selama ini diusungnya, ”Membangun Ekonomi Kerakyatan”, atau mungkin karena topiknya bukan ekonomi, sehingga persoalan ekonomi kerakyatan belum terlalu dielaborasi oleh Mega.

Catatan Kritis Debat Capres
Beberapa catatan kritis yang dapat saya berikan:

1. Posisi ketiga capres dibanding posisi Anis Baswedan sebagai moderator, terasa yang menjadi ”bintang” adalah Anis. Sebab, selain memoderatori acara, Anis seperti dosen penguji tunggal yang menguji tiga mahasiswa sekaligus. Ke depan, perlu dipertimbangkan menggunakan sistem panelis, sehingga nilai ke-”bintang”-an capres/cawapres tetap bersinar, sebab perhatian publik akan ke capres bukan moderator tunggal karena sistem panelis.

2. Sesuai dengan namanya Debat Capres, acara ini tidak memunculkan perdebatan sesungguhnya, karena ketika ada satu isu, yang harusnya diharapkan adanya perbedaan pandangan, namun ternyata hampir senada—kalau tak mau dibilang sama, termasuk juga Megawati yang meng-klaim sebagai oposisi pemerintah, yang mana SBY dan JK dalam posisi hingga kini masih sebagai orang pemerintahan. Harusnya dilemparkan isu-isu terkini yang memang terdapat pro dan kontra antara mereka, dan dalam bentuk pertanyaan yang tajam bukan normatif. Misalnya: ”Menurut Bapak/Ibu Capres, siapakah yang paling berperan dalam perdamaian Aceh”, atau ”Apa peran Bapak/Ibu Capres dalam swasembada pangan”, sebab klaim-klaim sepihak itulah yang perlu didengar masyarakat, siapa sebenarnya yang bekerja dan punya ide-ide brilian.

3. Hendaknya acara Debat Capres tidak dicampurkan dengan budaya massa--politainment, yang kerap diselingi iklan, sehingga terasa iklan lebih mendominasi acara dibanding debat itu sendiri, dan juga rasa serta fokus debat, yang tensinya bisa kian meningkat kehangatannya, namun karena diselingi iklan jadi dingin kembali.

Tidak ada komentar: