24 April 2012

Sharing Tulisan di "Referensi Selular 2012"

Berikut saya sharing tulisan saya yang dimuat di "Referensi Selular Indonesia 2012" yang diterbitkan oleh Majalah Selular . Semoga bermanfaat.

Dari 2011 yang Penuh Dinamika,
ke 2012 yang Penuh Harapan


Tak terasa matahari 2011 terbenam dan tergantikan fajar baru 2012. Di industri telekomunikasi—yang secara luas menjadi industri teknologi informasi dan komunikasi (ICT), begitu banyak isu dan peristiwa yang terjadi di 2011, yang tentunya akan sedikit banyak berdampak dengan apa yang akan terjadi di 2012, bahkan di tahun-tahun berikutnya.
Di tahun 2011, perkembangan industri telekomunikasi, makin hari makin terasa kompetitif. Jika melihat angka-angka statistik pengguna telekomunikasi Indonesia, terlihat bahwa industri ini jumlah penggunanya yang berbasis nirkabel, dari FWA (fixed wireless access) dan bergerak seluler telah melebihi jumlah populasi Indonesia sekitar angka 237,5 jutaan. Memang angka ini masih diperdebatkan, karena realitas pengguna telekomunikasi dapat memiliki 2 atau lebih nomor serta  angka nomor hangus (churn) yang tinggi. Namun, kejenuhan nampaknya memang hanya soal waktu mengingat grafik pertumbuhan industri sudah mulai menurun sejak tahun 2009 lalu.
Pengguna yang sudah mencapai angka psikologis sama dengan populasi, makin diramaikan karena persaingan ini melibatkan operator nirkabel yang banyak. Di satu sisi, saat ini konsumen begitu mendapat banyak pilihan untuk memilih layanan telekomunikasi yang murah, berkualitas dan jaringan yang makin ada di mana-mana. Namun di sisi lain, bagi operator, industri telekomunikasi memasuki persaingan yang meminjam istilah W. Chan Kim and Renée Mauborgne memasuki kompetisi berdarah atau diistilahkan dengan red ocean.
Meski begitu, persaingan yang tajam sesungguhnya terjadi di layanan suara dan teks, dan arahnya memang trafik suara dan teks akan menurun. Jadi kelesuan yang terjadi di 2011 adalah akibat pengguna beralih ke layanan data—yang akan menjadi layanan utama ke depan. Dari beberapa statistik yang didapat, pengguna layanan data pita lebar (broadband) kita masih di bawah 5% dari total populasi. Sehingga, potensinya masih terbuka lebar dan akan meningkat dari tahun ke tahun.
Kebutuhan akan data pita lebar bergerak memang akan jadi primadona dan operator tahu mengenai hal itu. Peningkatan tersebut dipengaruhi kebutuhan konsumen untuk mendapatkan layanan internet di manapun dan  kapanpun, sehingga mobile data menjadi pilihan. Tentu saja pengaruh mempengaruhi kebutuhan data disebabkan juga oleh penggunaan smartphone seperti Blackberry, iPhone, serta dimulai sejak 2010 adalah penggunaan tablet seperti iPad, Galaxy Tab serta tablet lainnya, dan tentunya peningkatan juga dipengaruhi oleh penggunaan datacard (dongle).
Hal lainnya adalah juga pengguna media sosial seperti Facebook maupun Twitter. Orang Indonesia kini dikenal sebagai pengguna Facebook nomor dua di dunia, dan memberikan kontribusi 15% kicauan di Twitter dunia, yang bahkan beberapa isu sering menjadi trending topics. Dengan begitu artinya, layanan data dibutuhkan untuk mengganti status, menanggapi status serta nge-tweet.
Makin banyaknya orang Indonesia tergabung ke media sosial, kebutuhan akan layanan data tidak hanya untuk orang kota, orang kaya dan orang terdidik saja, tapi sudah bergeser ke orang-orang desa juga, berpenghasilan menengah ke bawah serta anak-anak sekolah. Ini semua jadi peluang pasar yang bisa digarap di tahun 2012 mendatang. Dan untungnya, regulasi mengenai layanan data belum diatur secara ketat sehingga masih ada ruang yang cukup bagi operator untuk berinovasi.
Di tahun 2011, yang mencuat juga ke permukaan adalah maraknya pengiriman SMS sampah (spam) dan juga isu sedot pulsa. SMS spam dipicu karena jumlah pengguna telekomunikasi kita yang sudah setara dengan populasi, sehingga mengirimkan tawaran kartu kredit, jual-beli produk serta menipu pengguna, disebarluaskan dengan media SMS.
Berbagai upaya sebenarnya sudah dilakukan regulator, namun memang diakui belum ampuh mengatasi SMS spam ini karena pengiriman SMS sampah disebabkan beberapa faktor secara bersama termasuk penawaran SMS gratis lintas operator dan hadirnya mesin-mesin maupun aplikasi pem-broadcast SMS. Diharapkan di tahun mendatang masalah ini dapat diselesaikan oleh regulator dan juga operator, sebab ketidaknyamanan yang dirasa pengguna dapat berdampak pada tingginya nomor yang hangus.
Yang tak kalah menyedot perhatian adalah soal sedot yang diakibatkan layanan berbasis jasa pesan premium. Sebenarnya, layanan pesan premium adalah layanan yang baru. Sehingga, pengaturan yang ada juga tidak terlalu ketat, sebab jika ketat maka industri telekomunikasi ke depan yang akan berbasis konten akan tidak tumbuh. Namun, kepentingan publik juga harus diperhatikan. Langkah yang dilakukan BRTI sebagai regulator, dengan mengeluarkan Surat Edaran No. 177/2011—dimana di dalamnya berisi instruksi untuk melakukan unreg secara massal, larangan penawaran konten melalui SMS broadcast, serta penggantian pulsa konsumen yang dirugikan—meski berat bagi industri, merupakan langkah penyelamatan mengembalikan kepercayaan publik terhadap layanan jasa pesan premium ke depan.
Ke depan, tentu industri ini perlu dibenahi. Peraturan Menkominfo No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa SMS ke Banyak Tujuan, perlu dievaluasi dan direvisi, mengingat longgarnya aturan bukan menumbuhkan industri tapi digunakan untuk memperkaya pundi-pundi dan merugikan pengguna. Selain juga mengevaluasi penyedia jasa pesan premium, yang perlu juga dilakukan adalah yang bersalah perlu diberikan sanksi sesuai aturan dan ketentuan yang ada. Memang kejahatan—apalagi berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang akan kian canggih—akan terus ada, tetap perlu upaya agar hal ini dapat diminimalisir dengan segala cara.
Di tahun 2012, yang tak kalah menarik adalah kemungkinan mulai diadopsinya LTE. Hal ini dikarenakan di tahun 2011 ini pemerintah menetapkan bahwa pita frekuensi 2,3 GHz yang tadinya dikhususkan untuk WiMax 16d, dibuka pemanfaatkan pada teknologi yang netral, sehingga TD LTE bisa diadopsi. Meski LTE sudah uji coba sejak 2010 lalu, namun adopsi secara sungguhan pastinya tetap saja dinanti. Namun di sisi lain, persaingan memberikan layanan pita lebar juga akan meningkat dengan masuknya operator telekomunikasi ‘baru’ yang memenangkan tender BWA yang digelar 2009 lalu. Namun harapan masih ada karena penetrasi data yang masih rendah dan arah pengguna layanan akan juga makin ke sektor yang lebih luas seperti perbankan, kesehatan maupun pendidikan.
Dengan makin banyaknya penyelenggara layanan data, diharapkan jaringan pita lebar juga akan menjangkau seluruh pelosok negeri. Namun begitu, peran semua pemangku kepentingan di industri memang diharapkan agar dapat memanfaatkan layanan data secara maksimal untuk membuat Indonesia lebih sejahtera. Dari beberapa penelitan, ada korelasi signifikan antara pertumbuhan broadband di sebuah negara deng korelasi signifikan antara pertumbuhan broadband di sebuh negara dengan peningkatan GDP, dan antara penggunaan broadband dengan pembukaan baru lapangan kerja.

14 April 2012

Diwawancara Telecoms.com Soal Broadband di Indonesia

Telecoms.com mewawancarai saya soal broadband di Indonesia. Berikut hasilnya sebagaimana dapat juga diakses di


http://www.telecoms.com/42347/indonesian-regulator-“by-2015-half-of-the-population-will-be-connected-to-the-internet”/

Heru Sutadi is Commissioner at the Indonesian Telecom Regulatory Authority. Telecoms.com talks to him about the challenges facing service providers and operators in rolling out broadband in the country.


What is the core technology your network is currently based on and what are the development plans for the future? We use two kinds of technology, fiber optic cable and wireless to provide broadband in Indonesia. Mostly we use 3G/HSPA-based wireless broadband technology and Broadband Wireless Access (BWA) spectrum at 2.3 GHZ due to it being easier to implement in open and widespread areas such as Indonesia. In some cities we have already provided FTTH with fibre optic. We also use fibre optic for  our backbone. In the future we plan to build a fiber optic backbone in the Eastern part of Indonesia. For wireless access we have allocated a second carrier and are preparing for a third that will be a 3G-based operator. The 2.3GHz spectrum in the county is technology neutral so it’s just a matter of time matter for Indonesia to adopt LTE at this frequency.
What major developments have there been for the broadband industry in your region over the past year?
Last year we allocated a second carrier as a 3G operator, so there are now five operators with 2 x 10MHz in order to provide broadband. We have provided broadband in 5000 districts as part of our broadband services obligation. We hope that by 2015 all 72,000 villages will have broadband connection and half of the Indonesian population (119milion) will be connected to the internet as per our World Summit on the Information Society (WSIS) commitments.
Speed is often touted as a priority, but some view the major challenge to be coverage and network capacity. What is your view?
Our priorities are coverage and network speed. The first is coverage. We want broadband to cover all of Indonesia with a minimum standard rate of 256kbps. After that, step-by-step we will increase that rate. Based on user demand, in big cities like Jakarta, we are already looking at how to increase speed levels.
Is FTTH really necessary for businesses and consumers and what are the stumbling blocks to rolling it out?
In some cities: Jakarta, Bandung, Surabaya, some homes are already connected to fibre optic. But not all areas can be serviced with FTTH due to Indonesia’s very large, very unique geography. We are separated by the sea and because of that it’s often not easy to lay cables to homes, so in these situations wireless network are easier implement
To what extent can fixed wireless connections help in the roll out of broadband connectivity?
Wireless connections are helpful for the Indonesian situation. Maybe we can say that wireless broadband is our priority rather cable broadband. That said, in some areas or city we provide broadband by fibre optic cable due to it being more stable and able to deliver more speed than wireless.
Will the dominance of mobile connectivity limit the growth opportunities for fixed line connections?
Between mobile connectivity and fixed line they will complement each other. Personal connectivity with a smartphone is the wireless market, but for home that’s a fixed line market and each has its advantages and disadvantages.
What is your stance on bandwidth caps, line throttling and traffic management?
Actually, we do not regulate these things, but some consumers have already sent complaints to us, so we have a plan to regulate QoS for data connections. From our Consumer Protection law, providers must give clear and complete information in their ads, so consumers know the terms and condition when they are using data connections.
What are the trends in terms of data traffic and how is it affecting your network expansion plans?
Data traffic is increasing due to increasing use of smarphones such as Blackberry, which holds the top position in Asia Pacific, the iPhone, or tablets. Facebook and Twitter use contribute significantly and that affecting expansion of broadband network in Indonesia.
What are the biggest challenges you expect to be face over the next 12 months?
Our big challenges will be especially related to spectrum frequency as some 3G operators feel that 2x10MHz is not enough. Other issues are how to provide backbone connections to connect Western and Eastern Indonesia, how to build internet exchanges in five big islands and how to connect the National Internet Exchange to TIER-1, so not all traffic needs to go through Jakarta.
Why is your attendance at this event so important for you and your company and what aspect are you looking forward to most?
From this event I hope I can get new information regarding latest the broadband technology. I hope to share experiences with other delegates on how other countries implement and deliver broadband to its citizens with all problem and challenges and how to best solve them.