06 Februari 2011

Jejaring Sosial dan Demokrasi 2.0

(Tulisan ini telah dimuat di Detik.com 1 Februari 2011)


Sejumlah media mengangkat pernyataan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro tentang situs jejaring sosial Twitter sebagai ancaman non-militer bagi negara.

Meski kemudian diperjelas bahwa maksud Menhan menyatakan hanyalah ingin menjelaskan bahwa ancaman non-militer yang terjadi di cyber media dapat dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dengan menggunakan situs jejaring sosial seperti Twitter, Facebook, dan lain-lainnya.

Situs jejaring sosial tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan informasi rahasia seperti data intelijen, data pribadi, dan lainnya yang dapat merugikan masyarakat, bangsa dan negara.

Sebenarnya, apa yang disampaikan Menhan bukanlah hal baru. Peran internet dalam perang informasi dewasa ini cukup signifikan. Namun melihat bahwa ada upaya pemblokian internet di Mesir, yang saat ini memasuki masa krisis dimana terjadi perlawanan terhadap rezim Presiden Husni Mubarak, maka diasosiasikan bahwa Indonesia akan mengalami hal yang sama bahwa internet akan diblok, khususnya jejaring sosial seperti Twitter.

Netizen pun berkicau di Twitter. Dan karena Indonesia sebagai  the "Twitter Capital of Asia", maka kicaupun kian nyaring dan bersahut-sahutan.
***
Perkembangan internet saat ini mengarah pada user generated content--publik sendiri yang mengkreasikan konten atau dikenal dengan web 2.0. Dan yang menarik, perkembangan internet dengan jejaring sosialnya menampakkan perkembangan cukup signifikan.

Untuk Facebook misalnya, saat ini kita berada di posisi nomor dua pengguna Facebook di dunia dengan 34 jutaan pengguna, di abwah Amerika Serikat dengan 134 juta pengguna. Catatan Alexa.com, Facebook menempati urutan pertama situs yang paling diakses dari Indonesia.

Sementara untuk Twitter, Indonesia mendapat julukan Kota Twitter di Asia. Begitu sering topik atau isu yang hangat di Indonesia atau menyangkut Indonesia menjadi trending topics. Sebut saja dari nama Irfan Bachdim, BePe, Malaysiacheatlaser sampai generasi "Alay".

Peran Facebook juga tidak kecil. "Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto" menjadi faktor pendorong bebasnya dua unsur pimpinan KPK tersebut terkait kasus yang dinyatakan kepolisian sebagai "penyalahgunaan wewenang".

Gerakan Facebooker lainnya yang juga cukup berhasil adalah dukungan terhadap Prita Mulyasari, ibu rumah tangga yang ditahan karena berseteru dengan rumah sakit. Prita ditahan karena mengirim e-mail keluhan pelayanan RS Omni Internasional ke beberapa teman.
***
Hanya memang, tidak semua seruan mendapat respons masyarakat. Ketika banyak seruan melalui jejaring sosial untuk mengenakan pita hitam sebagai "kelanjutan" dukungan terhadap KPK, diakui atau tidak, seruan tidak banyak dilakukan. Sebab, bentuk persetujuan dukungan lewat jejaring sosial amat mudah.

Di Facebook tinggal klik, di Twitter tinggal Re-Tweet atau tambah komentar sesuka hati.  Berbeda dengan realitas. Pita harus dicari bahkan dibeli, untuk demo bersama tentu juga butuh dana, sehingga akhirnya hanya sebatas dukungan online saja.

Namun, bukan berarti jejaring sosial dapat diabaikan. Jika ada pihak yang pandai menggerakkan komunitas yang online menjadi offline, apalagi dengan mengusung isu satu "musuh bersama", bukan tidak mungkin jejaring sosial dapat menjadi kendaraan meraih simpati publik, yang meluas memicu kekuatan rakyat. Koin Peduli Prita sebenarnya arahnya ke sana.

Karena itu, sebelum itu terjadi, galangan opini maupun isu yang mengemuka melalui jejaring sosial tetap perlu menjadi perhatian. Tidak perlu diblokir internet atau Twitter nya.

Berikan informasi yang jujur pada masyarakat, jawab keluhan rakyat dengan cepat dan berikan bukti hasil kerja bukan sekadar citra. Sebab perkembangan demokrasi web 2.0 tetap lebih berbiaya murah dan potensi kerusakan yang dihasilkan tak semenakutkan jika ratusan ribu orang berkumpul untuk berdemo.

Perlu disepakati bahwa inilah kedewasaan demokrasi sebenarnya, berpendapat tanpa harus dengan kekerasan. Dan kita semua harus yakin, kita akan menjadi kampiun demokrasi dan negara besar, dan semua itu dimulai dan melalui dunia maya.