25 Juli 2011

Melacak Jejak Nazaruddin dengan TI





Share tulisan saya di Detikcom (25/7/2011). Selamat membaca:




Keberadaan buronan interpol yang juga mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, menjadi misteri yang belum terpecahkan. 

Dan uniknya, berbeda dengan buronan interpol lainnya yang baru-baru ini juga masuk red notice, Nunun Nurbaeti--yang seakan benar-benar tak diketahui rimbanya, Nazaruddin tetap eksis berpropaganda bahwa dirinya tak bersalah dan menutup pihak-pihak lain yang harusnya lebih bertanggung jawab melalui SMS, Blackberry Messanger (BBM) dan bahkan menelepon dua stasiun televisi. 

Tak hanya teks dan suara, lelaki berusia 32 tahun ini juga tampil ke publik melalui wawancara dengan Iwan Pilliang melalui aplikasi instant messaging (IM) Skype. 

Demikian sulitkah Nazaruddin dilacak keberadaannya? Yang jelas, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi (TI), Nazaruddin sadar betul untuk memanfaatkan sifat anonymous dari teknologi informasi serta kurangnya kemampuan penegak hukum mengungkap kasus yang menggunakan perkembangan TI secara tuntas dan cepat. 

Padahal, meski menggunakan teknologi modern, pelacakan dapat dilakukan dengan menelusuri jejak digital yang ditinggalkan atau yang dikenal dengan digital forensic. 

Mulai dari Mana?

Ketika Nazaruddin disebut-sebut mengirimkan SMS maupun BBM, itu artinya Nazaruddin telah meninggalkan jejak digital untuk dapat ditindaklanjuti. Hanya memang, kelemahannya adalah bagaimana memastikan ada pihak yang dikirimi SMS ataupun BBM dan bagaimana juga memastikan bahwa yang dikirimi SMS atau BBM itu adalah benar Nazaruddin. 

Khusus untuk BBM, kesulitan memang agak bertambah mengingat BBM masih sulit untuk disadap atau dilihat rekamannya mengingat RIM sampai saat ini belum meletakkan server Blackberry di Indonesia. 

Yang bisa jadi bagian puzzle penting pengungkapan keberadaan Nazaruddin adalah ketika Nazaruddin menghubungi dua stasiun televisi dan tampil suaranya. 

Disebut penting karena ini menepis rumor bahwa yang mengirim SMS atau BBM sebelumnya adalah bukan Nazaruddin, karena apa yang disampaikan Nazaruddin di televisi itu hampir sama dengan rumor isi SMS maupun BBM yang beredar. Selain itu, dengan menghubungi stasiun TV, artinya ada jejak digital lain yang lebih terang untuk dielaborasi.

Dengan menghubungi telepon, baik telepon tetap maupun seluler, ini artinya ada rekaman nomor yang dihubungi dan nomor yang menghubungi. Dengan tahu nomor yang dihubungi, maka nomor yang menghubungi harusnya dapat secara cepat juga diketahui di negara mana Nazaruddin berada. 

Memang ada kesulitan melacak jejaknya jika nomor yang dipakai adalah nomor dengan kode negara A, tapi dibawa roaming ke negara B. Meski begitu, bisa ditanyakan lebih lanjut ke negara A dimana posisi Nazaruddin terakhir. 

Yang menarik adalah jika Nazaruddin menggunakan aplikasi Skype untuk menelepon, seperti dilakukannya saat wawancara dengan Iwan Piliang. Namun, Skype juga bukan aplikasi yang benar-benar “aman” sehingga bukan tidak bisa dijejak, pembicaraan dilakukan dari negara mana. 

Melacak Lewat Skype

Skype merupakan salah satu perangkat lunak IM terkemuka untuk berkomunikasi, selain Yahoo! Messenger, AIM, ICQ, Google Talk ataupun Facebook yang kini juga dilengkapi dengan video chat. 

Banyak orang menggunakan Skype untuk chatting, menelepon ke telepon tetap atau ponse--telah dianggap sebagai program aplikasi VoIP yang populer maupun ber-video conference. Skype secara definisi merupakan protokol peer-to-peer (p2p) yang membagi data kita ke seluruh dunia. 

Meski disebut aman, dari sudut pandang digital forensic, ada “sidik jari” yang tertinggal melalui Skype, yang bisa dikumpulkan sebagai bagian dari puzzle dalam hal terjadi pelanggaran penggunaan komputer maupun kejahatan siber (cybercrime). 

Memang karena berbasis IP (internet protocol), maka penelusuran juga akan ke arah IP address yang dipakai, apakah itu ketika misalnya Nazaruddin menghubungi nomor stasiun televisi maupun wawancara lewat konferensi video. 

Tentu saja, untuk mengungkap hal ini lebih jauh, perlu kerja sama stasiun televisi untuk mengetahui nomor telepon mana yang dihubungi Nazaruddin, serta juga mengetahui akun yang dipakai Nazaruddin saat menggunakan Skype dari Iwan Pilliang bahkan file rinci rekaman wawancara. 

Khusus saat konferensi video, IP address bisa lebih cepat diketahui dan bahkan lokasi di mana berada dengan beberapa aplikasi gratis yang tersedia di internet seperti Wireshark dan IP tracing. 

Hanya memang, untuk mengetahui secara presisi di mana Nazaruddin berada dan menghadirkan ke tanah air tetap perlu usaha ekstra, meski TI membantu untuk mengetahui keberadaannya. 

Hal lain yang juga tidak bisa diabaikan sebagai bukti digital adalah perlu segeranya aparat penegak hukum melakukan pencarian CCTV Hotel Aston saat Munas seperti yang sering disebut-sebut Nazaruddin, datangnya salah seorang pimpinan KPK ke rumah Nazaruddin, maupun memastikan back sound “tukang roti” benar dari “tukang roti” atau ring tone ponsel Nazaruddin. 

Semua temuan itu merupakan potongan puzzle untuk menjawab teka-teki keberadaan Nazaruddin.



Heru Sutadi. Pengamat Teknologi Informasi. Email: herusutadi@hotmail.com . Twitter: @herusutadi

19 Juli 2011

Kicauan


Kicauan*

Karya: Heru Sutadi

Aku berkicau
Kamu berkicau
Semua merasa perlu berkicau
Dari petinggi negeri, sampai orang biasa
Dari dunia maya, sampai urusan negara

Bangun tidur
Hendak makan
Saat kerja
Hingga  larut malam
Kicauan-kicauan masih terus bersahut-sahutan

Ada selebriti yang berkicau aktivitas yang dijalani
Ada politisi yang sibuk menjual diri
Ada yang suka provokasi keadaan negeri
Banyak juga yang berkicau sesuka hati

Semua senang dan merasa perlu berkicau
Tak ada yang tahu sampai kapan
Sebab semua memang laksana mainan
Ada keingintahuan
Ada harapan
ada teman untuk mencurahkan perasaan

*Bagian dari Pentalogi: Indonesia Kini

18 Juli 2011

Puisi Kemerdekaan Untuk Sahabat


Puisi Kemerdekaan Untuk Sahabat*

Karya: Heru Sutadi

Sahabat,
masih ingat kah engkau
saat proklamasi dikumandangkan
dari depan sebuah rumah di Pegangsaan Timur
hari ketujuh belas bulan Agustus
Peristiwa itu sudah sekian tahun berlalu
tapi tanpa itu, tak ada negeri indah bernama Indonesia
pasang surut, susah senang, mengiringi kehidupan bumi pertiwi

Sahabat,
perjalanan dan kerja belum ini selesai
kemajuan memang terasa, tapi itu belum apa-apa
puluhan juta rakyat masih terjerat kemiskinan
puluhan juta rakyat belum mendapat pekerjaan
jalan-jalan rusak masih berserakan
listrik-listrik masih padam secara bergiliran
sementara negara-negara lain berlari makin kencang
yang mungkin meninggalkan kita di belakang

Sahabat,
ingatkah engkau
Kemerdekaan ini bukanlah hadiah dari penjajah
Kemerdekaan diperjuangkan dengan segenap raga, darah, jiwa

Sahabat,
sekian tahun sudah berlalu
tak ada lagi Soekarno, tak ada Hatta, tak ada Bapak bangsa
tapi semangat, cita-cita, harus terus dipelihara
sebab perjalanan belum selesai
kesejahteraan masih harus diperjuangkan
kecerdasan masih harus kita kejar
kemandirian jangan cuma diwacanakan
hutan-hutan harus terus dilestarikan
Negara Kesatuan tetap harus dikedepankan

Sahabat,
negara demokrasi akan kita masuki
demonstrasi sudah seperti nasi
kampanye digelar di sana sini
Presiden dan DPR pun bisa berganti-ganti
korupsi sedang dibasmi
membuat petinggi negeri masuk bui

Sahabat,
pancaroba sedang sama-sama kita alami
perubahan ada di sana sini
semoga semua bukan sekadar basa-basi
agar kemerdakaan ini menjadi lebih berarti
Bagi Mu Negeri
Jiwa Raga kami.


*Bagian dari Pentalogi: Indonesia Kini

13 Juli 2011

Sajak 66 Tahun Kemerdekaan


Sajak 66 Tahun Kemerdekaan*

Karya: Heru Sutadi

66 tahun sudah gerbang emas itu dilalui
66 tahun sudah Soekarno-Hatto mengumumkannya atas nama Bangsa
66 tahun sudah Merah Putih berkibar di seluruh penjuru negeri
Ya, 66 sudah kita Merdeka

Aku berjalan
            menembus pedalaman
                        menyusuri pantai
                                    masuk desa
                                                berkeliling kota
kutemui orang-orang
            tua
                        muda
                                    pedagang
                                                sopir
                                                            buruh pabrik
                                                                        mbok jamu
                                                                                    petani
                                                                                                mahasiswa
                                                                                               
dan bertanya: apa rasanya merdeka?
semua menjawab, tapi balik bertanya:
apakah benar kita sudah merdeka?

Bagi mereka, merdeka dengan M besar adalah sejahtera
merdeka adalah pendidikan murah
tak ada lagi yang terlantar
biaya kesehatan yang tidak malah membuat orang tidak sehat

Merdeka bukan hanya untuk Gayus
yang bebas ke mana-mana meski di sel Kelapa Dua
bukan juga milik Nunun pun Nazaruddin
yang bersembunyi dan sulit dicari meski disangka korupsi

Merdeka bukan cuma hak politisi
yang asal bunyi tiap hari di televisi
bukan juga punya penguasa
yang sibuk memoles citra di berbagai media

Merdeka harusnya bukan milik mereka
para mafia yang gerilya di seluruh sendi negara

Hakim Agung yang tak agung
Mahkamah yang terbeli
Pemilu menjadi pilu
belum lagi BLBI, Century, kleptokrasi, burukrasi…

Hari ini
Aku mengingat lagi apa yang mereka kata:
apakah benar kita sudah merdeka?
dan, aku malu jika mengatakan
bahwa negeri ini sudah merdeka


*Bagian dari Pentalogi: Indonesia Kini

11 Juli 2011

Puisi: Balada TKI

Belajar corat-coret bikin puisi, diilhami beberapa kasus kekerasan terhadap TKI kita. Selamat membaca!

Balada TKI*

Karya: Heru Sutadi

Aku membaca berita pagi
Dari running text di televisi
Ada TKI kita mati lagi
Berita pun menyeruak ke seluruh pelosok negeri, termasuk Bekasi

Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun

Pecah kumandang duka
Dan Emak pun mengingat Atikah yang malam itu pamit
Berangkat ke negeri antah berantah, menjadi TKI
“Mak Atikah mau pamit ke Arab”
demikian Atikah sambil mencium tangan Emak

Tak ada lapangan kerja, kemiskinan
Membuat Atikah, gadis desa yang lugu
Gelap mata bekerja jauh dari Emak

Emak hanya bisa meneteskan air mata melepas Atikah
Yang lama-lama bagai air sungai air mata mengalir tiada henti
Air mata Emak yang ditinggal Atikah berbulan-bulan, bertahun, pun lalu mengering
Bukan kemudian berhenti

Tak ada kabar membuat air mata menjadi linangan darah
Darah yang terus-menerus mengalir
Sederas darah dari leher Atikah
Yang membasahi tempat pemancungan
Dengan kepala mengelinding ke sana-ke mari
Di Hari Jumat yang sepi.


*Bagian dari Pentalogi: Indonesia Kini