29 Juli 2009

Belajar Mengembangkan ICT dari Thailand dengan "E-Thailand"

Pemerintah Thailand begitu memahami bagaimana pentingnya teknologi komunikasi dan informasi sebagai elemen kunci untuk mendukung administrasi dan layanan publik pembangunan sosial ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan rakyat Thailand. Karena itu, sejalan dengan restrukturisasi administrasi pemerintahan pada Oktober 2002, dibentuklah Kementerian Teknologi Informasi dan Komunikasi (Ministry of Information and Communication Technology , MICT) dengan mandat untuk mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi di negara berjulukan Gajah Putih tersebut. MICT bertanggung jawab dalam memformulasikan implementasi strategis dan rencana aksi mengenai teknologi informasi dan komunikasi berdasar Kebijakan Teknologi Informasi (IT 2010) dan ICT Master Plan (2002-2006).

Visi dari pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Negara Kerajaan Konstitusional ini adalah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembangunan ekonomi dan sosial serta meningkatkan kualitas kehidupan rakyat Thailand berdasar konsep masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Dalam pelaksanaannya, teknologi informasi dan komunikasi menjadi kunci pengembangan “E-Thailand” yang meliputi e-government, e-industry, e-commerce, e-education dan e-society.

One Stop Service
Sasaran yang ingin dicapai pemerintah Thailand dalam pengembangan layanan pemerintahan secara elektronik adalah memfungsikan teknologi informasi dan komunikasi untuk melayani administrasi pemerintahan dan menyediakan layanan publik dengan tujuan yang lebih besar adalah menyehatkan jalannya roda kehidupan berbangsa. Beberapa inisiatif dalam implementasi e-government telah dilakukan.
Misalnya dengan meluncurkan portal untuk mengakselerasikan pembangunan e-government serta sebagai alat untuk pertukaran informasi dan transaksi antara lembaga pemerintah yang dapat disebut juga sebagai pintu gerbang one stop service ke pemerintahan.

Untuk memenuhi layanan portal tersebut, seluruh lembaga pemerintahan dari tingkat kementerian serta departemen, butuh mengembangkan dengan apa yang dinamakan MOC (Ministerial Operation Center) dan DOC (Departmental Operation Center) untuk menyediakan data dan informasi baik yang terkait maupun tidak dengan situs portal nasional. Data dan informasi tersebut dapat diintegrasikan untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan layanan publik yang sesuai. Layanan ini lengkap tercapai pada tahun 2004, sehingga dapat dikatakan sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Sebagai bagian dari inisiatif e-government, pemerintah Thailand meluncurkan e-procurement untuk pengadaan barang di pemerintah. Dengan cara itu, pemerintah mengklaim bahwa lebih dari 15% yang dapat diirit dibanding pengadaan barang dengan cara konvensional. Selain menghemat, e-procurement ternyata juga mampu meningkatkan efisiensi dan transparansi.

Hal lain yang juga dikembangkan terkait dengan implementasi e-government adalah proyek Smart ID Card yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Kerjaan ini dikerjasamakan antara Departemen Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan Departemen Dalam Negeri Thailand. Kartu pintar tersebut akan menjadi mekanisme utama dalam mempromosikan e-government yang mana dapat digunakan sebagai identifikasi pribadi serta untuk berurusan baik itu dengan pemerintah, swasta dan sektor publik.

Jika ditarik jauh ke belakang, perjuangan Thailand untuk memperbaiki sektor teknologi komunikasi dan informasi serta industri perangkat lunak (software), dimulai sejak 1986 dengan berdirinya National Electronics and Computer Technology Center (NECTEC, www.nectec.or.th). NECTEC mempunyai misi untuk mentransfer teknologi ke seluruh pelosok Thailand. Di tahun 1987, NECTEC berinisiatif untuk membangun jaringan antaruniversitas.

Untuk mengembangkan NECTEC, pada tahun 1991, pemerintah Thailand juga mereorganisasi National Science and Technology Development Agency (NSTDA, www.nstda.or.th). Tujuannya jelas, yaitu agar membuat kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta lebih mudah dan efektif. Di tahun 1992, NSTDA membuat Komite Teknologi Informasi Nasional yang bertugas menyusun Kebijakan Teknologi Informasi Nasional, yaitu IT 2000 (kebijakan jangka pendek dari 1997 hingga 2001) serta IT 2010 (kebijakan jangka panjang dari 2001 menuju 2009).

Thailand pertama kali mengkomersialisasikan internet pada tahun 1994 sebagai hasil proposal yang disampaikan NECTEC ke Otoritas Komunikasi Thailand (Communications Authority Thaland, CAT) dan Telephone Organization of Thailand (TOT). Di tahun yang sama, dibukalah posisi CIO (chief information officer) di semua organisasi pemerintah serta diberikannya pendidikan dan latihan teknologi informasi untuk semua pegawai pemerintah.

Rencana NECTEC untuk memulai Thailand software park disetujui kabinet pada tahun 1997. Dua tahun kemudian, software park beroperasi di atas tanah tiga ribu meter persegi. Perkembangan software park begitu pesat, hanya dalam kurun waktu empat tahun, ada sekitar 50 perusahaan yang tumbuh, dimana 17 perusahaan mempunyai jaringan bisnis internasional, dengan pendapatan sekitar 10 juta dolar AS per tahun sebagai pemasukan bagi ekonomi domestik.

Pada tahun 2002, pemerintah Thailand mengumumkan adanya kebijakan baru di sektor teknologi informasi dan komunikasi, yaitu berdirinya MICT. Ada lima sasaran yang harus dicapai Kementerian Teknologi Informasi dan Komunikasi, yaitu: e-government, e-commerce, e-industry, e-education dan e-society.

Dengan melancarkan begitu banyak kebijakan dan strategi baru, tidaklah mengherankan jika pertumbuhan teknologi informasi Thailand meningkat sebesar 11,8% atau senilai dengan 86 juta Baht (2,2 milyar dolar AS) di tahun 2003. Pertumbuhan itu, dalam catatan IDC, dinilai lebih tinggi dari Indonesia Malaysia dan Singapura. Diprediksi, pada tahun 2008 pertumbuhan akan berada di atas 16% atau di atas sekitar 36,5 milyar dolar AS, angka yang mendekati 30% dari total pengeluaran sektor teknologi informasi.

Selain software park di Propinsi Nonthaburi, Phuket kemudian juga ditetapkan sebagai wilayah untuk pengembangan software. Untuk membantu pengembangan, Menteri Teknologi Informasi dan Komunikasi memberi kemudahan bagi para pakar teknologi informasi dan komunikasi untuk mendapatkan visa dan ijin kerja hanya dalam tempo satu hari. Terkait dengan itu, untuk membantu pelatihan-pelatihan teknologi informasi dibentuklan Phuket Learning Consortium.

Jika di tahun 2004 baru ada 200 perusahaan TI di Phuket, target akan didapatnya 160 juta Bath pada tahun 2009 diperkirakan akan tercapai. Dan jika sebelumnya Phuket hanya memproduksi perangkat seperti bluetooth dan pealatan kedokteran, di tahun 2007 mendatang diharapkan akan ada 600 pekerja TI untuk empat area: pengembang software, animasi dan multimedia, handphone dan aplikasi permainan. Selain Phuket, industri TI juga diperluas hingga ke propinsi tetangga, yaitu Phang Nga dan Krabi.

Sistem Informasi Geografis
Saat ini, Geographic Information System (GIS) mempunyai peranan yang cukup penting dalam manajemen sumber daya alam dan lingkungan seperti halnya pembangunan ekonomi dan sosial. Tak mengherankan, jika Thailand sudah menggunakan GIS tersebut sejak satu dekade lalu. Hanya saja, dalam pemanfaatan tersebut, kerangka kerja dan kebijakan yang menyeluruh belumlah ada. Beberapa lembaga, sebagian besar dari sektor publik, mengembangkan GIS dengan caranya sendiri-sendiri. Konsekuensinya, muncul masalah duplikasi koleksi dan produksi data, kurangnya koordinasi, ketidaklengkapan data, termasuk juga pengeluaran yang menjadi tidak efisien.

Dengan kebijakan e-government untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung administrasi dan layanan publik, maka hal itu berimbas secara langsung terhadap pengembangan GIS sebagai sumber data dan informasi geospatial. Sehingga, beberapa aspek perlu diperbesar dan diperkuat. Termasuk di dalamnya adalah koordinasi yang makin baik serta kerja sama antar lembaga-lembaga yang berkompeten, pembangunan kapasitas nasional dan sumber daya manusia. Tak ketinggalan adalah partisipasi sektro swasta di semua tingkatan aktivitas, semisal penelitian dan pengembangan, produksi dan layanan.
Elemen penting dalam mengintegrasikan Gis dengan e-government adalah memantapkan National Spatial Data Infrastructure (NSDI). Program NSDI yang cukup menarik adalah merestrukturisasi GIS untuk menggapai apa yang disebut pembangunan brkelanjutan. NSDI dapat dilihat sebagai kombinasi antara teknologi, kebijakan dan kebutuhan masyarakat untuk mempromosikan pembagian data geospasial pada semua tingkatan pemerintahan, sektor swasta, lembaga-lembaga non-profit serta komunitas akademis.

Dalam pembangunan NSDI di Thailand, diadopsi standar algoritma yang sama dengan yang digunakan di seluruh dunia, yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: kerangka kerja secara kelembagaan, standar teknis, set data dasar geografis serta adanya clearing house untuk data spasial dimaksud. Tujuan dari kerangka kerja kelembagaan adalah untuk memantapkan kebijakan nasional mengenai GIS dan meningkatkan kerja sama dan koordinasi antar semua stakeholder.

Karenanya tidak aneh jika anggota komite dari Komite Nasional untuk Geo-Informasi melibatkan beberapa lembaga terkait dengan GIS, para pakar dan perwakilan masyarakat akademis.

Untuk standar teknis, fokusnya adalah membuat standar umum sehingga kualitas data, pengiriman dan pembagian data serta adanya interoperability data. Sebagai prioritas standar pengembangan meliputi metadata, sistem identifikasi dan klasifikasi, produksi dan skala peta, kualitas data dan format pengiriman data. Metadata pertama dari salah satu negara yang tidak pernah merasakan penjajahan saat perang dunia ini diluncurkan ke publik pada Mei 2002.

Adapun mengenai set data dasar geografis hasil yang dicapai adalah mendefinisikan dan memproduksi set data yang akan diberlakukan secara umum. Data akan didefinisikan satu sama lain berdasar skala dan isi.

Sedangkan clearing house untuk spasial data adalah dimaksudkan untuk menyediakan layanan geo spasial yang bersifat serba ada. Layanan yang ada diberikan termasuk pencarian data, distribusi dan penggunaan data bersama serta integrasi data. Untuk itu maka portal geo-spasial juga dibuat sebagai pintu gerbang dan titik distribusi pemanfaatan yang lebih optimal akan teknologi informasi dan komunikasi di negara yang dulu bernama Siam tersebut.

Sasaran IT 2010
Ada tiga sasaran khusus dari kebijakan IT 2010 berdasar indikator teknologi dan soasial. Pertama adalah meningkatnya status Thailand dari “dynamic adopter group”, klasifikasi yang diberikan UNDP saat ini dalam technological achievement index, ke “potential leader group”. Satu lompatan yang tentunya membutuhkan usaha dan kerja yang cukup keras.

Kedua adalah meningkatkan proporsi pekerja terdidik dari 12% pada tahun 2001 menjadi 30% di tahun 2010. Selain meningkatkan knowledge worker, ketiga, diharapkan terjadi peningkatan pula di industri yang berbasis pengetahuan (knowledge-based industry). Sasaran-sasaran tersebut disetujui oleh NITC sebagai Kerangka Kebijakan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Thailand dan juga mendapat persetujuan juga dari kabinet. Pekerjaan besar masterplan teknologi informasi dan komunikasi tersebut, dengan e-soceity, e-education, e-government, e-commerce dan e-industri, sesungguhnya barulah apa yang disebut sebagai e-Thailand version 2.0. Sehingga, tentunya, versi berikut dari e-Thailand akan mempunyai target yang lebih besar lagi.

Bagaimana dengan Indonesia?

*Pernah dimuat di Majalah E-Indonesia.

16 Juli 2009

Belajar Mengembangkan ICT Broadband dari Taiwan

Republik China atau yang lebih dikenal dengan Taiwan, tidak main-main dengan pemanfaatan teknologi informasi bagi rakyatnya. Bahkan bukan hanya sekadar memanfaatkan, Taiwan berusaha menjadi produsen perangkat yang terkait dengan teknologi informasi dan komunikasi. Taiwan sudah bersiap mengekspor perangkat WiMax yang mereka produksi secara ‘rumahan’.

Perangkat-perangkat yang telah hasilkan industri Taiwan pun beragam. Dari perangkat BTS, antena, maupun customer premises equipment (CPE)-nya pun telah siap beraksi untuk memberikan. Untuk memberi keyakinan pengunjung, demo pun digelar. Beragam aplikasi digelar, termasuk demo kesehatan secara elektronik (e-health), proses download muapun upload, yang semuanya begitu mengasyikan karena proses tukar- menukar data dan akses internetnya begitu cepat. Wusss…wusss….

M-Taiwan

Apa yang dilakukan negeri yang berawal dari Pulau Formosa ini, adalah merupakan pemanasan dari program M (mobile)-Taiwan, yang diharapkan dapat selesai 2008 mendatang. M-Taiwan ini juga merupakan pijakan lanjut dari apa yang telah dicapai Taiwan selama ini yang dikenal sebagai penyuplai beragam produk TIK dari semikonduktor, komputer, produk elektronik dan jaringan. Taiwan berambisi menjadi pembuat produk TIK yang paling ngetop untuk industri Wi-Fi, dimana saat ini sudah mencapai 90% dari pasar dunia. Dan pemerintah di sana, mengidentifikasikan produk generasi berikutnya yang harus dihasilkan Taiwan adalah WiMAX.

Penetapan itu didasarkan pada cetak biru WiMAX yang dibuat The Science & Technology Group (STAG) of Executive Yuan tahun 2005 yang menyatakan bahwa WiMAX akan menjadi fokus industri TIK masa depan bagi Taiwan dan teknologi tersebut akan digunakan untuk mengantarkan apa yang disebut M-Learning, M-Life dan M-Service dalam program M-Taiwan.

M-Taiwan merupakan langkah lanjut kesuksesan Taiwan menggelar E-Taiwan. Program M-Taiwan cukup singkat untuk segera direalisasi, enam tahun, karena hal itu merupakan tantangan dari Rencana Pembangunan Nasional Taiwan yang disampaikan tahun 2002. Sehingga, diharapkan 2008, program M-Taiwan telah berjalan dan sukses. Untuk itu, tentu saja, tidak sedikit uang yang digelontorkan. Pemerintah Taiwan mengalokasikan dana 42 juta dolar AS untuk tahun 2005, dan 70 juta dolar AS untuk tahun 2006, sebagai kick-off program tersebut.

Program M-Taiwan begitu penting dan merupakan ekosistem untuk membangun supply, demand dan infrastruktur industri. Untuk menciptakan lingkungan yang dibutuhkan dalam rangka tercapainya program tersebut, pemerintah telah pula menyiapkan regulasi dan kebijakan kerangka kerja, standardisasi aplikasi teknologi, menyediakan bantuan dana serta membuka spektrum frekuensi yang sesuai. Lingkungan yang ditata pemerintah diharapkan dapat mendukung sekitar 8 juta pengguna broadband nirkabel pada tahun 2008.

Satu dari beberapa tujuan utama dari program M-Taiwan adalah untuk memperkuat infrastruktur dan layanan TIK Taiwan untuk menyediakan lingkungan akses broadband nirkabel kelas dunia untuk pengguna internet. Guna mencapai tujuan tersebut, pemerintah mendukung seluruh entitas lokal untuk berkolaborasi dengan perusahaan internasional, yang bukan saja menangani proyek di dalam negeri, tapi juga secara agresif ikut serta dalam mencari kesempatan berbisnis secara global.

Namun secara spesifik, ada empat tujuan M-Taiwan. Pertama adalah memperluas infrastruktur guna menurnagi kesenjangan digital. Kedua, meningkatkan kapabilitas perangkat TIK. Ketiga, menciptakan industri layanan mobile data. Dan keempat, membangun lingkungan industri mobile yang kompetitif.

Program M-Taiwan akan menciptakan beberapa kota dimana seluruh kota dipenuhi dengan jaringan broadband nirkabel untuk menyediakan layanan bergerak yang terintegrasi. Untuk ke arah sana, ada beberapa strategi yang kedepankan. Di antaranya adalah membentuk ekosistem WiMAX yang lengkap, yang meliputi chipset, CPE, base station, elemen jairngan, sistem integrasi, aplikasi dan operasional komersial. Kemudian, membangun beberapa aplikasi yang berbeda, mendesain pasangan jairngan WiMAX/WiFi untuk memperkuat industri WiFi di Taiwan.

Strategi lainnya adalah turun tangannya pemerintah mensponsori penelitian dan pengembangan core technologies agar proyek WiMAX dapat diakselerasikan, serta berpatisipasi dalam penetapan standar internasional dan berkolaborasi dengan organisasi maupun pemain industri internasional untuk mempercepat pengembangan produk, fabrikasi dan penciptaan pasar. Untuk menjamin kemampuan interoperabilitas antarjaringan yang ditelurkan beragam proyek di bawah bendera M-Taiwan, pemerintah membiayai terbentuknya M-Taiwan Support Center untuk tes operabilitas dan pintu masuk bagi produk-produk sebelum digabungkan dengan jaringan M-Taiwan.

Seperti halnya ekosistem lain, ekosistem WiMA—di negara yang tetap dianggap sebagai oleh Republik Rakyat China dan banyak negara lain sebagai bukan negara karena kebijakan “Satu China”—meliputi juga demand, supply dan infrastruktur. Untuk menciptakan ekosistem yang sehat, lingkungan yang kompetitif dibutuhkan untuk mengendalikan rantai nilai industri skala besar.

Program M-Taiwan merupakan jawaban dari kebutuhan baik sektor publik maupun swasta agar terpenuhi kapasitas yang dibutuhkan dalam ekosistem. Sektor publik utamanya berfokus pada layanan pemerintahan atau disebut M-Service, dan segmen pendidikan atau M-Learning. Pemerintah Taiwan secara aktif mendukung inisiatif M-Service dengan berpartisipasi dalam demo aplikasi WiMAX seperti layanan lalu lintas, kesehatan maupun keamanan. Inisiatif M-Learning meliputi pembelajaran jarak jauh dan keamanan kampus.

Adapun inisiatif lain M-Life yang terkait dengan sektor publik seperti mempromosikan ide untuk perluasan wilayah penetrasi broadband dan aplikasi kreatif seperti hiburan, perbankan ataupun hal-hal yang terkait dengan jual beli. Pemerintah juga membantu investasi awal dan sumberdaya terkait dalam pengembangan konten dan layanan untuk telepon bergerak.

Infrastruktur
Infrastruktur yang memadai merupakan hal krusial dalam ekosistem. Untuk mengembangkan cakupan layanan dengan menggunakan teknologi nirkabel semisal WiMAX, yang paling esensial adalah spektrum frekuensi yang didedikasikan untuk implementasinya. Pemerintah Taiwan mengumumkan pada 13 Februari 2007 lalu bahwa mereka adakan mengadopsi dua tahap pembukaan spektrum untuk layanan akses broadband nirkabel.

Dalam fase pertama, ada tiga lisensi regional untuk masing-masing wilayah di Taiwan bagian Selatan dan Taiwan bagian Utara yang akan dikeluarkan sebelum Juni 2007. Lisensi tersebut akan berlaku untuk masa enam tahun dan dapat diperpanjang satu kali. Adapun lebar pita yang ditawarkan untuk masing-masing lisensi adalah 30 MHz pada band 2.5-2.69 GHz.

Untuk lisensi nasional, akan dikeluarkan setelah Juni 2009 dan akan berlaku untuk waktu 10 tahun. Lisensi akan diberikan melakukan lelang terbuka dimana pemenangnya didasarkan pada calon operator yang dapat memberikan persentase dari revenue terbesar kepada pemerintah sebagai bayaran untuk lisensi. Lisensi itu juga disebut-sebut menawarkan rentang frekuensi yang cukup bagus untuk proyek M-Taiwan dan operasi komersialnya karena secara karakteristik fisik spektrum tersebut memang didedikasikan untuk teknologi broadband wireless access termasuk jaringan mobile WiMAX.

Dalam rangka melakukan pengujian layanan aplikasi WiMAX dan verifikasi teknologi, pemerintah menyediakan dana yang dibutuhkan untuk pengembangan kota-kota menjadi mobile, termasuk Taipei dan Taichung, serta beberapa wilayah lain untuk layanan khusus dan mengurangi kesenjangan digital. Hingga saat ini, ada sekitar 20-an proyek M-Taiwan diluncurkan di seluruh kepulauan tersebut.

Total dana yang dibutuhkan untuk M-Taiwan adalah 212 juta dolar AS. Program tersebut diharapkan dapat menstimulasi industri Taiwan untuk berinvestasi hingga 630 juta dolar AS untuk infrastruktur jaringan WiMAX. Yang menarik, semua operator telekomunikasi ‘tradisional’ dari penyelenggara telepon tetap, operator telepon bergerak, operator PHS serta operator baru lain yang bergerak di industri jasa telekomunikasi, terlibat dalam membangun jaringan WiMAX di Taiwan.

Pilot Project
Jika di tahun 2005, hanya sekitar 23 proposal yang masuk, dimana 10 untuk M-Service serta M-Life, dan sisanya mengenai pembangunan infrastruktur WiMAX di berbagai kota, di tahun 2006 ada sekitar 33 proposal yang diterima. Dan M-Taiwan pun berkembang ke arah penciptaan aplikasi dan membangun infrastruktur yang luas. Dari 33 proposal, 12 proposal dibiayai termasuk 9 untuk infrastruktur dan 3 untuk poyek aplikasi.

Operator PHS satu-satunya di Taiwan, Fitel, merupakan pemain yang cukup agresif untuk program tersebut yang dengan mencapai angka 39% dari pembangunan WiMAX dalam program M-Taiwan. Kemudian diikuti oleh operator WSIP, Tatung sebesar 18% dan operator telepon bergerak FET yang berada pada angak 17%. Sementara operator lain semisal Chunghwa Telecom, APBT dan VIBO Telcom berbagi di sisa kontribusi 25% keterlibatan dalam M-Taiwan.

Untuk proyek Fitel, direncanakan mengintegrasikan layanan PHS dengan jaringan mobile WiMAX dan menjanjikan setidaknya 50% perangkat yang digunakannya merupakan produk lokal. Jaringan WiMAX Fitel utamanya akan melayani Kota Taipei dengan total jumlah BTS mencapai 430. Diperkirakan dengan jumlah BTS itu, 80% populasi Taiwan bagian Utara akan dapat terlayani. Fitel juga mengakselerasikan penelitian dan pengembangannya untuk handset WiMAX/GSM dual mode menggunakan telepon dual mode yang sudah ada yaitu PHS/GSM.

Sementara Tatung, sebagai satu di antara penyuplai 3G terpenting di Taiwan, akan meluncurkan WiMAX pada 2008. Adapun layanan yang akan disediakan meliputi VoIP, portal situs bergerak, E-Map dan sistem pemposisian bergerak, e-bisnis bergerak maupun blog multimedia bergerak. Tatung akan bekerja sama dengan VIBO Telecom dna diharapkan dapat melayani 85% populasi wilayah Kaoshiung, Taiwan bagian Selatan.

Sedangkan FET, sebagai operator ‘tradisional’ 2G/3G sangat optimis bahwa WiMAX memberikan kesempatan bisnis aplikasi yang cukup bagus, sehingga berencana akan menggelar jaringan pada 2007-2008. FET akan melayani wilayah Bancaiao dan Jhonghe di Taiwan bagian Utara, dengan estimasi cakupannya di atas 80%. FET berencana juga menyediakan layanan kesehatan bergerak jarak jauh dan mengembangkan sistem transportasi dengan menggunakan jaringan WiMAX. FET juga tertarik menyediakan akses broadband nirkabel di atas kereta api yang juga akan dibangun koneksi ke bandara domestik dan internasional di Taipei.

Semua langkah itu, bagi pemerintah Taiwan merupakah awal untuk merealisasikan potensi dari dunia nirkable. Dengan inisiatif M-Taiwan, negara tersebut mengharapkan dapat menstimulasi peningkatan standar kehidupan, cara yang mungkin nampak seperti fiksi ilmiah hingga sekarang.

09 Juli 2009

Kenapa SBY-Boediono Bisa "Menang"?

Meski hasil Pemilu secara resmi masih menunggu penghitungan manual yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), quick count yang dalam Pilpres relatif lebih valid dibanding Pilleg, menunjukkan bahwa SBY-Boediono memimpin (baca: memenangi) Pilpres 2009, bahkan hanya melalui satu putaran.

Yang mungkin bisa dianalisis adalah mengapa SBY-Boediono "menang"? Strategi apa yang membuat perolehan suara SBY-Boediono mengungguli pasangan Megawati-Prabowo maupun JK-Wiranto? Ada beberapa catatan yang bisa dikemukakan:

1. Faktor penentu tetap adalah figur SBY. Walaupun disebut-sebut dan sering dicap peragu, sosok SBY yang tenang, begitu juga Boediono, menjadi faktor orang memilih pasangan ini. Dengan postur tinggi besar, bahasa tertata dan sistematis, menjadikan SBY masih menjadi idola Indonesia untuk hingga 5 tahun ke depan.


2. Ketenangan dan tetap menjaga emosi juga menjadikan SBY menjadi pilihan. Bayangkan, dalam ”Debat Pilpres Final” secara hitung-hitungan politik, JK sebenarnya JK di atas angin, karena begitu banyak ”sentilan” JK yang diarahkan ke SBY. Namun tentu ini berbanding terbalik dengan apa yang diperoleh JK-Wiranto. Sehingga, dari pendapat masyarakat pasca penyontrengan yang direkan bebrapa televisi, dapat disimpulkan bahwa tipe SBY masih lebih disukai dibandingkan calon lainnya. Kuncinya ternyata, sebagai Bapak bangsa, rakyat Indonesia masih menginginkan presiden yang tenang, jaga emosi dan perasaan orang lain. Mungkin saja, dengan begitu, rakyat merasa bahwa perasaan mereka juga tetap akan diperhatikan, negara dalam keadaan tenang dan walaupun di bawah tekanan, tetap tenang. Sebab jika presidennya grasa-grusu, bagaimana dengan rakyat dan nasib bangsanya, mungkin begitu yang ada dipikiran mereka.

3. Slogan: ”Lanjutkan”. Slogan ini lebih sederhana dan jelas maksudnya. Jika terpilih, dan diharapkan rakyat memilihnya untuk melanjutkan kursi kepresidenan, maka program-program yang sudah dijalankan selama ini, akan dilanjutkan. Tentu berbeda dengan slogan ”Membangun Ekonomi Kerakyatan”, yang masih agak diawang-awang dan belum tentu dapat dikerjakan, apalagi wong cilik sendiri banyak yang merasa ditinggalkan ketika Megawati berkuasa. Begitu juga dengan ”Lebih Cepat Lebih Baik”. Selama ini publik kadung dicekoki ”Biar Lambat Asal selamat”, selain dalam kehidupan, dalam spanduk-spanduk di jalan raya, ”Ngebut Berarti Benjut”, ”Jangan Negbut, Keluarga Menunggu di Rumah”, membuat slogan tersebut menjadi kontradiktif, sebab yang normatif adalah Lebih Tepat, Lebih Baik.

4. Rekam Jejak. Meski tidak ada yang sempurna, pasangan SBY-Boediono dirasa lebih baik dibanding pasangan lainnya, yang masih diselimuti beragam kasus-kasus kontroversial semisal masalah pelangggaran HAM, menjual aset-aset negara maupun konflik kepentingan akan bisnis keluarga,

5. Dukungan partai politik. Secara hitung-hitungan matematis, dengan dukungan 23 parpol, tentu potensi menang sudah di tangan. Namun, bilamana mesin parpol tidak bisa jalan, SBY-Boediono sendiri sudah menyiapkan tim-tim yang seabrek jumlahnya.

6. Iklan. Sebenanrya, seluruh kandidat mencoba membuat iklan yang menggugah hati masyarakat. Mega-Prabowo dengan keberpihakan pada petani, nelayan, dan mengkritisi hasil kerja SBY seperti dalam kasus Sekolah Gratis, JK-Wiranto dengan lagu ”Tombo Ati”, SBY-Boediono mencuri perhatian dengan mengusung lagu ”Indo Mie”. Sebagai makanan rakyat, sangat jarang jika ada di antara kita yang tidak pernah makan Indo Mie (bukan iklan nih...), sehingga ujung nya mudah ditebak, ”Indo Mie selera ku” yang diganti ”SBY Presiden ku”. Tapi iklan lainnya yang menarik adalah ”Dari raykat untuk Rakyat” yang tentunya mencoba menegaskan bahwa mereka adalah rakyat biasa yang akan mengabdi pada rakyat, secara halus ini jawaban kepada kandidat yang lain, yang orang tuanya adalah Proklamator, pengusaha terkenal serta Begawan Ekonomi.

Walau begitu, bukan berarti tidak ada faktor negatif yang sempat dianggap dapat menggembosi SBY-Boediono, seperti pernyata beberapa anggota Tim Kampanye yang mengutak-atik masalah SARA, adanya Kampanye Negatif mengenai Istri Cawapres Boediono, termasuk soal sihir yang diungkap sendiri oleh SBY. Meksi di kahir cerita, SBY-Boediono tetap menang, tapi faktor tersebut juga tidak bisa diabaikan begitu saja, dan bisa jadi bahan pelajaran kandidat Capres/Cawapres ke depan untuk memilih Tim Kampanye yang tetap tenang, santun serta tetap diperlukan Tim yang cerdasr, terutama mengerti dalam hal komunikasi politik.

Ada tambahan lain?

02 Juli 2009

Final Debat Capres: Debat Terjadi, Tapi Tidak Substantif

Babak final (jadi seperti pertandingan olah raga) Debat Capres digelar Kamis malam ini, 2 Juli 2009. Ini merupakan debat terakhir dari serangkaian Debat Capres dan Cawapres yang digelar dalam putaran pertama Pemilu kali ini. Sebagaimana diketahui, calon presiden harus menjalani tiga kali debat, dan calon wakil presiden harus menjalani dua kali debat.

Debat kali dimoderatori Prof. Dr. Pratikno, Dekan Fisipol UGM. Adapun topik yang diangkat adalah NKRI, Demokrasi dan Otonomi Daerah. Moderator, dibanding moderator Capres sebelumnya Aviliani, dirasa kurang memainkan peran dengan maksimal, seperti terlihat moderator harus bolak-balik melihat catatan pertanyaan dan run down acara. Dalam debat cawapres sebelumnya, yang dipandu Dr. Dr. Fahmi Idris, kelemahan juga ada di moderator yang masih grogi membawa acara demikian penting.

Sebagaimana sebutan ”Final” selain debat ini merupakan debat terakhir, debat dan terjadinya perbedaan pendapat antarcapres terjadi. Bahkan saling”tonjok” pun terjadi, memang bukan secara fisik tapi secara omongan. Yang diserang tentu saja presiden incumbent, dan uniknya yang menyerang adalah wakil presiden incumbent. Hanya saja, dari ”tonjok-tonkokan” yang dilontarkan, tak ada hal yang substansial menyangkut topik yang diangkat. Sebab, JK mempersoalkan iklan ”Satu Putaran” yang ramai menghiasai layar kaca, serta isu rasialis terkait dengan ucapan seorang anggota tim kampanye kandidat presiden lainnya yang mengatakan suku tertentu, yang sebenarnya juga merupakan suku anggota tim kampanye tersebut, belum waktunya menjadi presiden. Disebut tidak substantif karena soal ”satu putaran” tidak ada urusannya dengan topik yang diangkat dan pernyataan yang disebut rasialis bisa diselesaikan secara adat, karena antara yang diomongkan dengan yang dibicarakan berasal dari suku yang sama. Sama saja, ornag Indonesia berpendapat soal Indonesia, yang tentunya juga akan bisa berpendapat positif, dan tak dipungkiri juga mungkin akan berpendapat negatif. Kasus Indonesia yang berhasrat jadi tuan rumah Piala Dunia Sepakbola 2022 misalnya. Tentu ada pro dan kontra.

Dalam debat kali ini, JK memang terlihat begitu agresif. Ya meskipun incumbent capres, JK tetap penantang menjadi presiden, dibanding SBY yang masih sebagai presiden, sehingga SBY terlihat lebih banyak bertahan. Secara kasat mata, memang terjadi perubahan mimik dan gesture (gerak-gerik) SBY, ketika JK mengungkapkan soal iklan dan pernyataan tim SBY yang dinilai rasialis.

Yang unik adalah Mega. Mega seperti terpisahdi tengah perdebatan antara SBY dan JK. Dalam menjawab, Mega sayang sekali kurang memperhatikan waktu sehingga ketika waktu jawab sudah habis, Mega belum selesai bicara, yang menyebabkan moderator berulang kali meminta maaf untuk menegaskan waktu yang diberikan sudah habis.

Gaya SBY dalam menjawab. Tenang dan dalam. Meski memang, emosional SBY terusik dengan ”serangan” JK. Dan JK, seperti berada di atas angin, mengeluarkan ”serangan-serangan”. Meski untuk sebagian kalangan ”serangan-serangan” dirasa perlu dan menarik, namun perlu diingat, mengingat SBY dan JK sampai saat ini masih merupakan ”Dwi-Tunggal”, ”serangan” yang dilakukan bisa saja dinilai tidak elok karena toh sebenarnya antara SBY-JK adalah ibarat dua sisi mata uang. Hanya sangat disayangkan, SBY seharusnya juga bisa menunjukkan kemampuannya menyerang, karena tentu saja lawan-lawannya juga bukan tidak punya kekurangan.

Yang menarik adalah sebelum acara berakhir, bahkan sebenarnya sudah berakhir namun masih ada waktu tersisa. Pertanyaan yang dilontarkan adalah apa yang akan dilakukan Capres jika tidak terpilih jadi capres? Jawaban-jawaban cukup membuat suasana menjadi segar. Namun itu pelru dibuktikan saat hasil Pilpres 8 Juli mendatang diumumkan. Sebab, dari gelagatnya, apa yang terjadi di Jawa Timur, permintaan adanya pilpres ulang, tidak menerima hasil pilpres, bisa saja terjadi. Indikasi jelas, masalah DPT akan terus menjadi beban dan penyulut capres untuk tidak menerima hasil Pilpres. Mudah-mudahan saja itu tidak terjadi, dan semua capres mengucapkan dan merayakan kemenangan capres terpilih, serta mendukungnya di kemudian hari, demi Indonesia yang lebih maju, mandiri, sehat dan cerdas.