29 Juli 2009

Belajar Mengembangkan ICT dari Thailand dengan "E-Thailand"

Pemerintah Thailand begitu memahami bagaimana pentingnya teknologi komunikasi dan informasi sebagai elemen kunci untuk mendukung administrasi dan layanan publik pembangunan sosial ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan rakyat Thailand. Karena itu, sejalan dengan restrukturisasi administrasi pemerintahan pada Oktober 2002, dibentuklah Kementerian Teknologi Informasi dan Komunikasi (Ministry of Information and Communication Technology , MICT) dengan mandat untuk mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi di negara berjulukan Gajah Putih tersebut. MICT bertanggung jawab dalam memformulasikan implementasi strategis dan rencana aksi mengenai teknologi informasi dan komunikasi berdasar Kebijakan Teknologi Informasi (IT 2010) dan ICT Master Plan (2002-2006).

Visi dari pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Negara Kerajaan Konstitusional ini adalah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembangunan ekonomi dan sosial serta meningkatkan kualitas kehidupan rakyat Thailand berdasar konsep masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Dalam pelaksanaannya, teknologi informasi dan komunikasi menjadi kunci pengembangan “E-Thailand” yang meliputi e-government, e-industry, e-commerce, e-education dan e-society.

One Stop Service
Sasaran yang ingin dicapai pemerintah Thailand dalam pengembangan layanan pemerintahan secara elektronik adalah memfungsikan teknologi informasi dan komunikasi untuk melayani administrasi pemerintahan dan menyediakan layanan publik dengan tujuan yang lebih besar adalah menyehatkan jalannya roda kehidupan berbangsa. Beberapa inisiatif dalam implementasi e-government telah dilakukan.
Misalnya dengan meluncurkan portal untuk mengakselerasikan pembangunan e-government serta sebagai alat untuk pertukaran informasi dan transaksi antara lembaga pemerintah yang dapat disebut juga sebagai pintu gerbang one stop service ke pemerintahan.

Untuk memenuhi layanan portal tersebut, seluruh lembaga pemerintahan dari tingkat kementerian serta departemen, butuh mengembangkan dengan apa yang dinamakan MOC (Ministerial Operation Center) dan DOC (Departmental Operation Center) untuk menyediakan data dan informasi baik yang terkait maupun tidak dengan situs portal nasional. Data dan informasi tersebut dapat diintegrasikan untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan layanan publik yang sesuai. Layanan ini lengkap tercapai pada tahun 2004, sehingga dapat dikatakan sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Sebagai bagian dari inisiatif e-government, pemerintah Thailand meluncurkan e-procurement untuk pengadaan barang di pemerintah. Dengan cara itu, pemerintah mengklaim bahwa lebih dari 15% yang dapat diirit dibanding pengadaan barang dengan cara konvensional. Selain menghemat, e-procurement ternyata juga mampu meningkatkan efisiensi dan transparansi.

Hal lain yang juga dikembangkan terkait dengan implementasi e-government adalah proyek Smart ID Card yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Kerjaan ini dikerjasamakan antara Departemen Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan Departemen Dalam Negeri Thailand. Kartu pintar tersebut akan menjadi mekanisme utama dalam mempromosikan e-government yang mana dapat digunakan sebagai identifikasi pribadi serta untuk berurusan baik itu dengan pemerintah, swasta dan sektor publik.

Jika ditarik jauh ke belakang, perjuangan Thailand untuk memperbaiki sektor teknologi komunikasi dan informasi serta industri perangkat lunak (software), dimulai sejak 1986 dengan berdirinya National Electronics and Computer Technology Center (NECTEC, www.nectec.or.th). NECTEC mempunyai misi untuk mentransfer teknologi ke seluruh pelosok Thailand. Di tahun 1987, NECTEC berinisiatif untuk membangun jaringan antaruniversitas.

Untuk mengembangkan NECTEC, pada tahun 1991, pemerintah Thailand juga mereorganisasi National Science and Technology Development Agency (NSTDA, www.nstda.or.th). Tujuannya jelas, yaitu agar membuat kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta lebih mudah dan efektif. Di tahun 1992, NSTDA membuat Komite Teknologi Informasi Nasional yang bertugas menyusun Kebijakan Teknologi Informasi Nasional, yaitu IT 2000 (kebijakan jangka pendek dari 1997 hingga 2001) serta IT 2010 (kebijakan jangka panjang dari 2001 menuju 2009).

Thailand pertama kali mengkomersialisasikan internet pada tahun 1994 sebagai hasil proposal yang disampaikan NECTEC ke Otoritas Komunikasi Thailand (Communications Authority Thaland, CAT) dan Telephone Organization of Thailand (TOT). Di tahun yang sama, dibukalah posisi CIO (chief information officer) di semua organisasi pemerintah serta diberikannya pendidikan dan latihan teknologi informasi untuk semua pegawai pemerintah.

Rencana NECTEC untuk memulai Thailand software park disetujui kabinet pada tahun 1997. Dua tahun kemudian, software park beroperasi di atas tanah tiga ribu meter persegi. Perkembangan software park begitu pesat, hanya dalam kurun waktu empat tahun, ada sekitar 50 perusahaan yang tumbuh, dimana 17 perusahaan mempunyai jaringan bisnis internasional, dengan pendapatan sekitar 10 juta dolar AS per tahun sebagai pemasukan bagi ekonomi domestik.

Pada tahun 2002, pemerintah Thailand mengumumkan adanya kebijakan baru di sektor teknologi informasi dan komunikasi, yaitu berdirinya MICT. Ada lima sasaran yang harus dicapai Kementerian Teknologi Informasi dan Komunikasi, yaitu: e-government, e-commerce, e-industry, e-education dan e-society.

Dengan melancarkan begitu banyak kebijakan dan strategi baru, tidaklah mengherankan jika pertumbuhan teknologi informasi Thailand meningkat sebesar 11,8% atau senilai dengan 86 juta Baht (2,2 milyar dolar AS) di tahun 2003. Pertumbuhan itu, dalam catatan IDC, dinilai lebih tinggi dari Indonesia Malaysia dan Singapura. Diprediksi, pada tahun 2008 pertumbuhan akan berada di atas 16% atau di atas sekitar 36,5 milyar dolar AS, angka yang mendekati 30% dari total pengeluaran sektor teknologi informasi.

Selain software park di Propinsi Nonthaburi, Phuket kemudian juga ditetapkan sebagai wilayah untuk pengembangan software. Untuk membantu pengembangan, Menteri Teknologi Informasi dan Komunikasi memberi kemudahan bagi para pakar teknologi informasi dan komunikasi untuk mendapatkan visa dan ijin kerja hanya dalam tempo satu hari. Terkait dengan itu, untuk membantu pelatihan-pelatihan teknologi informasi dibentuklan Phuket Learning Consortium.

Jika di tahun 2004 baru ada 200 perusahaan TI di Phuket, target akan didapatnya 160 juta Bath pada tahun 2009 diperkirakan akan tercapai. Dan jika sebelumnya Phuket hanya memproduksi perangkat seperti bluetooth dan pealatan kedokteran, di tahun 2007 mendatang diharapkan akan ada 600 pekerja TI untuk empat area: pengembang software, animasi dan multimedia, handphone dan aplikasi permainan. Selain Phuket, industri TI juga diperluas hingga ke propinsi tetangga, yaitu Phang Nga dan Krabi.

Sistem Informasi Geografis
Saat ini, Geographic Information System (GIS) mempunyai peranan yang cukup penting dalam manajemen sumber daya alam dan lingkungan seperti halnya pembangunan ekonomi dan sosial. Tak mengherankan, jika Thailand sudah menggunakan GIS tersebut sejak satu dekade lalu. Hanya saja, dalam pemanfaatan tersebut, kerangka kerja dan kebijakan yang menyeluruh belumlah ada. Beberapa lembaga, sebagian besar dari sektor publik, mengembangkan GIS dengan caranya sendiri-sendiri. Konsekuensinya, muncul masalah duplikasi koleksi dan produksi data, kurangnya koordinasi, ketidaklengkapan data, termasuk juga pengeluaran yang menjadi tidak efisien.

Dengan kebijakan e-government untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung administrasi dan layanan publik, maka hal itu berimbas secara langsung terhadap pengembangan GIS sebagai sumber data dan informasi geospatial. Sehingga, beberapa aspek perlu diperbesar dan diperkuat. Termasuk di dalamnya adalah koordinasi yang makin baik serta kerja sama antar lembaga-lembaga yang berkompeten, pembangunan kapasitas nasional dan sumber daya manusia. Tak ketinggalan adalah partisipasi sektro swasta di semua tingkatan aktivitas, semisal penelitian dan pengembangan, produksi dan layanan.
Elemen penting dalam mengintegrasikan Gis dengan e-government adalah memantapkan National Spatial Data Infrastructure (NSDI). Program NSDI yang cukup menarik adalah merestrukturisasi GIS untuk menggapai apa yang disebut pembangunan brkelanjutan. NSDI dapat dilihat sebagai kombinasi antara teknologi, kebijakan dan kebutuhan masyarakat untuk mempromosikan pembagian data geospasial pada semua tingkatan pemerintahan, sektor swasta, lembaga-lembaga non-profit serta komunitas akademis.

Dalam pembangunan NSDI di Thailand, diadopsi standar algoritma yang sama dengan yang digunakan di seluruh dunia, yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: kerangka kerja secara kelembagaan, standar teknis, set data dasar geografis serta adanya clearing house untuk data spasial dimaksud. Tujuan dari kerangka kerja kelembagaan adalah untuk memantapkan kebijakan nasional mengenai GIS dan meningkatkan kerja sama dan koordinasi antar semua stakeholder.

Karenanya tidak aneh jika anggota komite dari Komite Nasional untuk Geo-Informasi melibatkan beberapa lembaga terkait dengan GIS, para pakar dan perwakilan masyarakat akademis.

Untuk standar teknis, fokusnya adalah membuat standar umum sehingga kualitas data, pengiriman dan pembagian data serta adanya interoperability data. Sebagai prioritas standar pengembangan meliputi metadata, sistem identifikasi dan klasifikasi, produksi dan skala peta, kualitas data dan format pengiriman data. Metadata pertama dari salah satu negara yang tidak pernah merasakan penjajahan saat perang dunia ini diluncurkan ke publik pada Mei 2002.

Adapun mengenai set data dasar geografis hasil yang dicapai adalah mendefinisikan dan memproduksi set data yang akan diberlakukan secara umum. Data akan didefinisikan satu sama lain berdasar skala dan isi.

Sedangkan clearing house untuk spasial data adalah dimaksudkan untuk menyediakan layanan geo spasial yang bersifat serba ada. Layanan yang ada diberikan termasuk pencarian data, distribusi dan penggunaan data bersama serta integrasi data. Untuk itu maka portal geo-spasial juga dibuat sebagai pintu gerbang dan titik distribusi pemanfaatan yang lebih optimal akan teknologi informasi dan komunikasi di negara yang dulu bernama Siam tersebut.

Sasaran IT 2010
Ada tiga sasaran khusus dari kebijakan IT 2010 berdasar indikator teknologi dan soasial. Pertama adalah meningkatnya status Thailand dari “dynamic adopter group”, klasifikasi yang diberikan UNDP saat ini dalam technological achievement index, ke “potential leader group”. Satu lompatan yang tentunya membutuhkan usaha dan kerja yang cukup keras.

Kedua adalah meningkatkan proporsi pekerja terdidik dari 12% pada tahun 2001 menjadi 30% di tahun 2010. Selain meningkatkan knowledge worker, ketiga, diharapkan terjadi peningkatan pula di industri yang berbasis pengetahuan (knowledge-based industry). Sasaran-sasaran tersebut disetujui oleh NITC sebagai Kerangka Kebijakan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Thailand dan juga mendapat persetujuan juga dari kabinet. Pekerjaan besar masterplan teknologi informasi dan komunikasi tersebut, dengan e-soceity, e-education, e-government, e-commerce dan e-industri, sesungguhnya barulah apa yang disebut sebagai e-Thailand version 2.0. Sehingga, tentunya, versi berikut dari e-Thailand akan mempunyai target yang lebih besar lagi.

Bagaimana dengan Indonesia?

*Pernah dimuat di Majalah E-Indonesia.

Tidak ada komentar: