04 April 2009

Ilmu Pengetahuan, Prilaku Manusia dan Komunikasi

Untuk menarik hubungan antara ilmu pengetahuan dan prilaku manusia, ada empat pendekatan yang dilakukan para ilmuwan untuk itu. Pertama, hubungan sebab akibat (causality). Pada hubungan ini, faktor yang diberikan dipengaruhi faktor lain meski melalui intervening variabel. Kedua, hubungan yang melihat hubungan sebab akibat (causal relationship). Perubahan yang terjadi pada beberapa variabel pada kondisi tertentu menghasilkan efek yang sama pada variabel lain. Ketiga, metode ilmiah (scientific method). Pencarian kebenaran melalui akurasi observasi dan interpretasi dari fakta. Dan keempat, hipotesa (hypothesis). Pengujian prediksi untuk beberapa peristiwa.

Hanya saja, perlu diingat bahwa berbagai cara menciptakan pengetahuan, masing-masing memiliki kekuatan dan batasnya masing-masing. Seperti, meski selama beberapa abad para peneliti sosial telah mencoba menggunakan pendekatan metode ilmiah untuk mempelajari prilaku manusia dan masyarakat dan esensi logika dari metode ilmiah ini begitu mudah, namun dalam aplikasi pada ilmu-ilmu sosial menjadi lebih rumit. Karenanya, metode ilmiah ini menjadi tugas yang berat bagi para peneliti sosial.

Ada empat alasan mengapa implementasi metode ini begitu sulit. Pertama, sebagian besar bentuk ketertarikan dan kepentingan prilaku manusia sulit untuk diukur. Dicontohkan, bagaimana mudahnya mengukur derajat titik didih air, berat atom. Namun, begitu sulit, ketika dihadapkan pada pengukuran hal-hal yang terkait dengan prilaku manusia seperti agresivitas ataupun sikap.
Kedua, prilaku manusia sangat kompleks. Karenanya, prilaku manusia tidak bisa hanya dilihat dari penjelasan hubungan sebab akibat. Berbeda dengan dengan hal lain yang disebabkan oleh satu faktor saja, yang dengan mudah pula dikontrol, sangat sulit untuk mengisolasikan satu faktor saja yang berkaitan dengan penyebab aksi prilaku manusia.

Ketiga, manusia mempunyai tujuan dan mampu merefleksikan dirinya sendiri. Manusia merespons sesuatu yang diharapkan akan terjadi. Secara konstan pula merevisi tujuan dan menentukan potensi apakah tujuan tersebut berhasil atau gagal. Karenanya, manusia berpikir tentang berbuat atau tidak berbuat dengan merefleksikan nilai, kepercayaan dan sikap.

Dan keempat, dugaan sederhana mengenai hubungan sebab akibat terkadang menjadi masalah ketika diaplikasikan pada diri kita sendiri. Bahkan terkadang kita marah ketika pernyataan sebab akibat diaplikasikan pada diri kita. Seperti tidak butuhnya kita akan orang lain untuk menilai diri kita ataupun dalam kaitannya dengan media, meski terbukti bahwa banyak orang dipengaruhi oleh media, kita akan menolak pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa kita tidak dapat dengan mudahnya dipengaruhi media.

Alasan lain yang membuat ilmuwan sosial tidak mendapat penghormatan sebagaimana yang didapat para ilmuwan di bidang eksakta adalah karena alam dari ilmu sosial itu sendiri. Menurut Kenneth Bailey, ilmuwan sosial saat ini baik yang mengaku diri mereka ilmuwan maupun mereka yang melakukan pendekatan lebih subyektif dalam mempelajari masyarakat, mereka lebih melihat diri mereka sendiri sebagai humanis daripada ilmuwan.

Untuk memahami bagaimana fungsi komunikasi dalam dunia yang begitu kompleks ini, Stephen Littlejohn mendefinisikan teori sebagai representasi terbaik dari subyek yang sedang dipelajari berdasar pengamatan sistematis peneliti. Sedang Denis McQuail, mendefinisikan teori sebagai seperangkat gagasan dari bermacam keadaan dan asli yang mungkin menjelaskan atau menginterpretasikan beberapa fenomena. Littlejohn dan McQuail belakangan menjawab kenyataan penting masing-masing mengenai komunikasi dan komunikasi massa.

McQuail mengurai empat macam teori komunikasi massa. Pertama, teori ilmiah sosial (social scientific theory). Teori ini berdasar pada penelitian empiris. Bentuk teori ini mencakup lingkup, kegiatan dan akibat dari komunikasi massa. Hipotesa diuji dengan membuat obervasi obyektif dan sistematik berdasar media massa, penggunaan media dan pengaruh media.

Kedua, teori normatif (normative theory). Teori ini menerangkan bagaimana media yang ideal seharusnya beroperasi dalam sistem spesifik dari nilai-nilai sosial.

Ketiga, teori operasional (operational theory). Teori ini sejenis dengan teori normatif namun cenderung bersifat praktis. Teori ini tidak hanya melibatkan bagaimana sebaiknya media berjalan tapi juga bagaimana media tersebut dijalankan untuk mencapai tujuan tertentu. Teori mengenai periklanan dan prilaku konsumen dapat dengan teori ini.

Dan keempat, teori tiap hari (everyday theory). Teori ini bisa disebut juga teori pribadi (personal theory) karena merupakan ilmu dan gagasan yang dipunyai tiap orang berdasar minat terhadap dunia komunikasi.

Banyak yang berpendapat bahwa cara paling baik menteorikan media adalah dengan teori kritis. Teori ini khususnya memberi perhatian pada soal ketidaksamaan dan penindasan. Menurut Littlejohn, teori kritis memberi perhatian pada konflik kepentingan dalam masyarakat dan cara berkomunikasi dominasi abadi dari kelompok di atas kelompok lainnya. Pendapat Littlejohn ditanggapi Kurt Lang dengan mengatakan bahwa kita semua ini kritis karenanya untuk memberi arti lebih pada pengetahuan bukanlah menjadi monopoli aliran tertentu saja.

Teori komunikasi massa merupakan teori-teori komunikasi massa, yang masing-masing lebih atau kurangnya, terkait dengan media yang diberikan, pemirsa, waktu, kondisi dan pembuat teori. Namun begitu, janganlah dilihat hal tersebut sebagai masalah. Sebab teori komunikasi massa dapat dipersonalisasikan dan dinamis.

Salah satu pelajaran penting adalah bahwa teori komunikasi massa bukanlah sekadar penjelasan yang terperinci dari fakta dan realita. Teori-teori berbeda dalam bentuk dan perspektif filosofis. Aliran-aliran teori berguna untuk memahami persamaan dan perbedaan antara teori-teori.

Hanya saja, penjabaran macam-macam teori komunikasi massa lebih ditekankan pada uraian McQuail. Sehingga, tidak terlihat jelas perbedaan pengkategorian teori-teori komunikasi massa dari peneliti lain. Hal itu berguna untuk melihat persamaan dan perbedaan pengklasifikasian teori-teori. Selain teori-teori yang dicontohkan tidak begitu jelas, tidak ditemukan pula evaluasi terhadap teori-teori tersebut. Sebab ketika kita menemukan teori-teori komunikasi, ada daftar evaluasi terhadap kesempurnaan teori seperti: cakupan teoritis, kelayakan, nilai heuristik, validitas, simplisitas logis dan keterbukaan teori-teori tersebut terhadap paradigma alternatif. Pembahasan mengenai teori kritis dalam terasa begitu menyederhanakan peran teori ini. Sebab teori ini, dengan mempertahankan pendapat bahwa media merupakan kekuatan yang besar bagi kepentingan-kepentingan dominan dalam masyarakat, merupakan satu cabang penelitian mengenai dampak media yang paling penting. Dalam tesis hegemoni media disebutkan, media merupakan instrumen dari ideologi yang dominan dan dengan mewakili kepentingan mereka yang memang sudah memiliki kekuasaan berarti mengalahkan kepentingan kelompok yang kecil.

Pernyataan yang mengatakan bahwa komunikasi massa dapat dipersonalisasikan agaknya perlu dikritisi. Apalagi jika hal tersebut dikaitkan dengan akibat dari pengaruh media yang merupakan sesuatu yang kompleks. Sebab komunikasi massa merupakan produk dari interaksi antar berbagai struktur masyarakat, kebutuhan, keinginan dan ketergantungan individu yang mustahil dapat disederhanakan sedemikian rupa. Kecuali, hal itu memang hanya untuk menarik mereka yang tidak begitu menyukai pembahasan ini agar tertarik dan tidak menganggap teori-teori komunikasi massa sebagai suatu hal yang menakutkan.

Tidak ada komentar: