11 September 2008

Menanti Implementasi Number Portability

Kejadian ini mungkin pernah Anda alami. Ketika pergi ke suatu daerah dan ingin menggunakan telepon seluler (ponsel), namun ternyata operator yang sehari-hari Anda pakai tidak mempunyai jaringan di daerah itu sehingga ponsel Anda pun tidak dapat digunakan. Anda kecewa karena jaringan operator lain ternyata cukup bagus di sana. Dari kejadian itu, bukan tidak mungkin Anda akan berpikir, alangkah nikmatnya jika tanpa mengganti nomor telepon, ponsel yang Anda pakai tetap berfungsi.

Kejadian lain, dengan makin ketatnya kompetisi dimana tiap operator menawarkan beragam bonus maupun tawaran menarik, terkadang kita iri jika ternyata operator yang kita langgani tidak bisa memberikan bonus atau tawaran menarik seperti yang diberikan operator lain. Jika saja kita tidak perlu repot-repot memberi tahu semua relasi, kerabat maupun teman-teman untuk mengganti nomor dan operator, rasanya asyik juga semua bonus dan tawaran menarik dari semua operator dapat kita nikmati.

Keinginan-keinginan seperti itu, ternyata bukan hanya impian Anda seorang. Konsumen di berbagai dunia mempunyai keinginan dan impian yang sama: bisa berganti-ganti operator, menikmati semua tawaran menarik yang diberikan operator-operator, dan untuk mendapatkan semua itu tak perlu repot-repot mengganti nomor HP yang kita pakai selama ini. Dengan konsep apa yang dinamakan number portability, keinginan tersebut menjadi kenyataan, bukan sekadar impian lagi.

Tak Perlu Ganti Nomor
Number portability (NP) memungkinkan pengguna atau konsumen untuk berganti operator dalam memberikan layanan telekomunikasi tanpa perlu berganti-ganti nomor. Dengan NP, selain memberikan akses lebih luas kepada pilihan layanan maupun operator, pengguna berkesempatan untuk mendapatkan harga yang lebih murah terhadap layanan yang ditawarkan, menghindari biaya yang diakibatkan perubahan nomor pelanggan serta perubahan pada buku petunjuk telepon misalnya.

Berdasarkan kelasnya, setidaknya ada dua bagian besar NP, yaitu local number portability (LNP) dan mobile number portability (MNP). MNP kadang-kadang disebut juga dengan wireless number portability (MNP) atau wireless local number portability (WLNP). Di beberapa negara, seperti Australia, sebenarnya ada juga dengan apa yang disebut freephone number portability (FNP) dan local rate number portability (LRNP). Namun begitu, LNP dan MNP lebih sering mengemuka mengingat pembagian telepon lokal dan bergerak juga sudah begitu umum.

Dalam hal implementasi, negara pertama yang memperkenalkan NP untuk telepon bergerak adalah singapura di tahun 1997. Sementara negara lain, meski baru berfungsi secara penuh pada Januari 2000, Australia telah memulai LNP pada bulan Mei 1998. Di Amerika Serikat, Federal communications Commission (FCC) sebagai regulator di sana telah memandatkan bahwa NP harus diimpelementasikan sebelum Regional Bell Operating Companies (RBOCs) diijinkan untuk menawarkan layanan jarak jauh di wilayah mereka, hampir satu dekade lalu. Meskipun, untuk WLNP baru dimulai 24 November 2003. Hanya, FCC juga menambahkan aturan bahwa LNP dapat pula digunakan secara baik pada telepon bergerak. Sementara di Australia, MNP antaroperator telah dimulai 2001.

Beberapa negara yang baru mulai menerapkan MNP adalah Arab Saudi dan India. Sementara Jepang, akan menerapkan MNP pada 24 Oktober mendatang. Konsumen seluler di sana dapat berpindah-pindah operator tanpa mengganti nomor dengan biaya 5000 yen. Namun begitu, bagi penikmat MNP di negeri Matahari Terbit itu harus rela karena download untuk data maupun musik belum bisa berfungsi.

Tantangan

Semua negara yang mengimplementasikan NP rata-rata menganggap bahwa NP merupakan aset yang begitu berharga untuk memberikan kebebasan memilih operator. Hanya saja, seperti di India, implementasi NP sedikit mendapat tentangan dari operator seluler yang khawatir akan menghambat pertumbuhan pelanggan di sana. Sedang di Australia, karena banyak perusahaan telekomunikasi memberikan tarif khusus atau diskon untuk percakapan antarpelanggan dalam operator yang sama (on-net), dengan NP konsumen justru mendapat kesulitan untuk menentukan operator mana yang digunakan lawan bicaranya saat percakapan dilakukan.

Diakui, implementasi NP memiliki kompleksitas yang cukup tinggi dari beragam sisi. Misalnya saja dengan konsep penomoran selama ini dimana operator mendapatkan blok nomor dari regulator dan operator menyediakan nomor-nomor dari blok tersebut ke penggunanya. Dengan NP, positifnya, besarnya blok tentu tidak sebesar dibanding penomoran konvensional bahkan hanya dibutuhkan beberapa blok saja. Sistem ini, beragam operator dalam satu blok, akan bekerja cukup baik di lingkungan telepon tetap kabel (fixedline) dimana pengguna dimasukkan dalam infrastruktur yang sama. Persoalannya akan lebih kompleks jika diimplementasikan untuk telepon bergerak.

Dalam NP, ada yang dinamakan jaringan “donor” yang menyediakan nomor, dan jaringan “recipient” yang menerima nomor. Perpindahan jaringan “donor” ke jaringan “recipient” itulah inti dari konsep kerja NP. Kedua jaringan tersebut, yang akan melibatkan beberapa operator yang akan mengimplementasikan NP, harus bekerja secara baik, cepat dan halus. Memang tampaknya rumit, namun sesungguhnya operasi dasar NP bukan hal baru bagi mereka yang pernah pergi ke luar negeri dimana agar bisa roaming di negara tujuan—jika pemilihan jaringan dilakukan secara manual, bukan otomatis—kita dapat memilih operator setempat yang diinginkan.

Kapan Mengadopsi?
Untuk Indonesia, konsep penomoran masih menggunakan konsep konvensional, sama dengan negara-negara yang belum mengadopsi NP dimana regulator memberikan blok nomor ke operator dan operator lah yang mengatur nomor yang akan dipasarkan ke konsumen. Dengan manfaat dan perkembangan NP, yang jadi pertanyaan adalah kapan kita akan mengadopsi NP?

Yang jelas, adopsi NP menjadi dilematis. Di satu sisi, konsep tersebut sangat berpihak kepentingan masyarakat sebab akan memberi pilihan bagi masyarakat dalam memilih operator yang memberi tarif layanan lebih baik dan lebih murah. Namun memang diakui bahwa adopsi NP tidak bisa dilepaskan dari bagaimana pasar telepon tetap dan bergerak di suatu negara.

Banyak negara mengimplementasikan NP karena pertumbuhan pengguna telepon, terutama telepon bergerak, telah berada pada satu titik masif, yang tidak akan bisa tumbuh secara signifikan lagi. Karenanya, agar iklim kompetisi tetap berjalan dan menarik investor, maka dikeluarkan kebijakan NP.

Apalagi, pasar Indonesia menjadi kian sempit. Lihat saja di sektor telepon bergerak, saat ini sudah ada sekitar 106 juta pengguna. Pertumbuhan ini lebih cepat, karena sebelumnya diyakini bahwa angka psikologis 100 juta pengguna baru akan dapat dilampaui paling tidak di tahun 2010. Idealnya memang kebijakan NP dikeluarkan setelah pasar mengalami kejenuhan sehingga butuh penyegaran.

Tanpa mendahului proses konsultasi publik dengan seluruh stakeholder telekomunikasi yang perlu dilakukan sebelum kebijakan NP diambil, ‘jalan tengah’ yang mungkin bisa dilakukan adalah mengimplementasikan NP secara gradual. Hal itu bisa dimulai dari telepon tetap, FWA maupun seluler, atau sebaliknya dan kombinasinya. Bisa juga, regulator mengeluarkan nomor secara terbatas dulu untuk NP yang dapat dipakai berpindah-pindah operator ke seluruh operator yang ada, termasuk dari telepon tetap ataupun FWA ke seluler.

Memang implementasi ini tidak mudah karena bukan tidak mungkin akan terjadi resistensi dari kalangan operator. Namun, terobosan regulasi tetap perlu dilakukan jika memang masyarakat sudah banyak yang menghendakinya. Dan seharusnya, NP menjadi tantangan tersendiri bagi operator untuk memelihara dan meningkatkan kualitas jaringan dan layanan serta memberikan harga yang bersaing untuk para konsumen telekomunikasi di Indonesia.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

NP (bukan Nies Purwati) kayaknya masih perlu waktu dan diskusi yang panjang untuk bisa diimplementasikan di Indonesia.

Untuk mengatasi pelbagai persoalan di industri telko saat ini kayaknya lebih mudah diselesaikan melalui merger atau akusisi antara operator di Indonesia yang jumlahnya sudah kebanyakan ini.

Benul tidak?..............

Unknown mengatakan...

soal merger akuisisi, hal perlu dicermati adalah jangan sampai terjadi kepemilikan silang. Merger dan akuisisi harusnya menghasilkan satu entitas saja.

Demikian Mbak.