Seperti orang penting saja, saya dibikinin profil oleh Majalah Digicom di Edisi Agustus ini. Sebenarnya malu juga sih, sebab belum ada sesuatu yang dapat dibanggakan dari saya, belum banyak yang saya kerjakan dan berikan untuk masyarakat, apalagi negara ini. Tapi, ya tetap terima kasih buat Majalah Digicom. Bagi yang belum membacanya, berikut saya copy-kan isinya. Smeoga bermanfaat untuk dapat mengenal saya lebih dekat lagi.
Salam.
Terus Memberikan Yang Terbaik Bagi Negara
Itu adalah ambisi Heru Sutadi yang akrab di panggil Heru, untuk memajukan telekomunikasi Indonesia dalam pekerjaannya di BRTI yang dibentuk sebagai pengatur, pengawas dan pengendali industri telekomunikasi.
BRTI
Pria kelahiran Jakarta 1 April 1970 merasa pekerjaannya sebagai anggota komite regulasi telekomunikasi cukup menantang yaitu bagaimana caranya kita bisa secara bersama-sama mewujudkan masyarakat Indonesia ke arah masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society). “Sebab seperti diketahui, tantangan ke depan adalah bagaimana menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Tiap apa yang kita kerjakan, amat sangat cepat dampaknya bagi masyarakat“ ujarnya.
Latar belakang pendidikan Heru juga sangat mendukung pekerjaanya yang sekarang yaitu S1 TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS INDONESIA pada tahun 1996, S2 KOMUNIKASI UNIVERSITAS INDONESIA pada tahun 2003 dan S3 TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS INDONESIA pada tahun 2007 sampai sekarang. “Saya di elektro, khususnya telekomunikasi, sangat sesuai dengan bidang yang saya geluti. Begitu juga dengan komunikasi, memungkinkan saya untuk dapat berkomunikasi dengan semua pemangku kepentingan (stakeholder). Saya mencoba menjawab tantangan dimana banyak orang teknik yang sulit berkomunikasi, dan orang komunikasi tanpa latar belakang teknik memadai sehingga apa yang disampaikan terkadang tidak tepat“ ujarnya.
Heru sudah bekerja di BRTI selama 2 setengah tahun, masa jabatannya habis pada akhir tahun ini. Walaupun selanjutnya bisa di seleksi untuk periode berikutnya. Jika ditanya akan suka duka yang dirasakan mestinya cukup bermacam-macam. “Sukanya banyak, dimana kebijakan yang kita ambil cepat sekali dampaknya bagi industri dan bagi masyarakat. Jika ada kebijakan yang menyangkut beberapa operator, dan para operator senang semua, wah kita juga ikut senang. Begitu juga jika ada kebijakan yang pro konsumen dan konsumen senang, dan industri tidak keberatan, kita juga bahagia. Dukanya, ya selalu tidak ada keputusan yang mampu memuaskan semua pihak. Beberapa kali kami di demo, bahkan pernah terjadi pembunuhan karakter juga. Tapi ya semua saya nikmati. Ini kan negara demokrasi, yang boleh beda pendapat asal pendapat disampaikan dengan cara-cara elegan. Saya sendiri waktu mahasiswa suka demo, bahkan tahun ‚98 masih juga demo, sehingga ya biasa-biasa saja menghadapinya. Beda pendapat itu kan karena KPI (key performance indicator) dari masing-masing pihak berbeda. KPI kami adalah bagaimana industri berkesinambungan dalam iklim yang kompetitif, konsumen dilindungi untuk mendapatkan layanan yang sesuai dengan harga yang dibayarkan ,dan negara mendapat pendapatan yang dapat menyumbang pembangunan“ ujarnya panjang lebar.
Dengan maraknya perang tariff operator saat ini, menurut Heru BRTI sudah bisa mengendalikan dan mencegah supaya operator tidak merugikan para konsumennya, “SMS sudah cukup siginifikan turun, meksi ada operator yang tetap menjual dengan harga tinggi. Tapi kita lihat saja, dengan persaingan yang ketat, yang jual dengan harga mahal akan ditinggal konsumen. BRTI juga tetap memantau apakah tarif yang ditawarkan benar atau tidak. Bahkan kami tak segan-segan meminta operator mengganti iklan yang tidak akurat dan lengkap karena cenderung nantinya konsumen yang dirugikan. BRTI juga bersama Komisi Penyiaran Indonesia Pusat sepakat untuk memantau iklan-iklan telekomunikasi di TV apakah memenuhi UU Perlindungan Konsumen atau tidak. Jika tidak lengkap dan akurat, sehingga bisa dianggap menipu ya akan distop iklannya” ujar Heru.
I can’t live without internet connection
Walaupun mengaku tidak gadget freak, pria yang memiliki banyak penghargaan ini mengaku tidak bisa hidup tanpa internet, “Selancar internet yang memang sudah kebiasaan, ini yang kadang-kadang membuat anak-anak dan istri merasa laptop lebih diperhatikan dan selalu dibawa ke mana-mana, termasuk ke luar negeri maupun daerah-daerah pedalaman. Menulis juga masih karena itu terkait dengan proses komunikasi yang harus saya lakukan. Olahraga juga kadang-kadang dilakukan untuk cari keringat” ujarnya.
“Saya bukan gadget freak. Saya lebih melihat alat elektronik sesuai dengan fungsinya. HP saya masih Nokia 9500 dan Sony Ericsson K 800 i. Saya memakai ponsel untuk sms maupun telepon. Buka email ataupun main YM saya tetap lebih suka melalui laptop, meski saya memiliki datacard sehingga saya bisa bukan internet di manapun dan kapan pun. Untuk foto, saya juga pakai kamera. Pakai ponsel berkamera ya jika ‘kepepet’ saja, maksudnya jika tidak bawa kamera.
Jika ditanya tentang gadget impiannya, lumayan kreatif dan mungkin saja bisa jadi ilham untuk para vendor. ”Saya pengen sih punya ponsel yang kayak jam tangan, tapi pasti kalau kirim sms sulit. Yang saya impikan, punya gadget dengan fasilitas tercanggih: kamera 10 Mpixel, kemampuan zoom tinggi, berat sedang, tidak terlalu besar/kecil, kalau bisa ya sudah wimax inside, jadi mungkin bisa tidak perlu pakai SIM card lagi”.
Harapannya yang belum terlaksana adalah membuat negara kita maju, ”karena saya bekerja di sektor telekomunikasi dan ICT, ya saya ingin ICT indonesia maju karena SDM-SDM kita sesungguhnya tidaklah kalah dengan SDM luar negeri. Saya ingin smeua penduduk indonesia bisa terkoneksi ke internet dan seluruh sistem mengoptimalkan pemanfaatan ICT sebagai alat mensejahterakan masyarakat”.
Pria yang bersahaja ini menjalani hidupnya sesuai dengan motto hidup yang diusungnya, mengalir seperti air, dan jangan susah melihat orang senang dan jangan senang melihat orang susah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar