Berbondong-bondongnya masyarakat biasa, tokoh agama, selebriti dan tentu saja politisi, berusaha masuk dalam daftar calon legislatif, untuk menjadi politisi di DPR, DPRD maupun DPD, sampai sekarang belum juga membuat saya tergerak untuk ikut-ikutan menjadi politisi, calon legislatif, apalagi berkantor di Senayan, mewakili rakyat.
Saya punya beberapa alasan tentunya. Selain karena tidak ada partai yang mengajak saya, saya juga tidak mendekati partai-partai yang ada. Sehingga, ya pasti tidak ketemu. Alasan logis lainnya:
Pertama, tentu untuk menjadi calon-calon begituan diperlukan dana yang tidak sedikit. Dari cerita teman-teman saya, ada yang jual mobil untuk menjadi calon DPD pada 2004 lalu, dengan hasil nihil alias tetap tidak terpilih. Kemarin di berita-berita juga tersiar kabar calon bupati yang gagal hampir tewas bunuh diri, karena utang menumpuk dan tidak terbayar. Ya daripada stress, nanggung utang, baiknya tidak ikut-ikutan mencalonkan diri. Sebab kalaupun terpilih, tentu uang yang keluar sebelumnya, modal untuk capex dan opex, diharapkan dapat kembali. Menurut hitung-hitungan, jika pendapat dipotong ‘jatah partai’, sumbangan konstituen, jika dalam keadaan normal, pengembalian modal sulit diharapkan. Saya takut, seperti kata Slank, UUD, ujung-ujungnya duit.
Kedua, saya bukan orang terkenal apalagi selebriti yang punya massa atau fans. Saya orang biasa, yang pergi pagi, pulang malam, untuk bekerja memberikan layanan kepada publik/masyarakat. Saya juga tidak berusaha untuk mencoba “nyeleb” kayak politisi-politisi sekarang yang sering ikut-ikutan nongol di infotainment, dengan jas bermerk, mobil mewah maupun koleksi-koleksi, yang tidak bisa dibilang murah. Sementara saya, hanya sempat koleksi “kinder-Ï‹berashung” yang saya beli karena coklatnya enak dan mainan yang membutuhkan ketrampilan dalam menyusunnya, yang bermanfaat buat anak-anak saya. Suara saya juga tidak tergolong vokal atau berbeda (baca: asal beda) karena saya mencoba untuk menyampaikan realitas, sebagai konstruktor realitas sosial, tidak lebih. Karena bukan selebriti, ya tidak ada menarik dari saya, tidak ada sinetron pun yang saya bintangi, meski hanya untuk marah-marah, tampil sebagai tokoh antagonis, saya juga bisa hehe
Dan alasan ketiga, saya takut saya dimusuhi masyarakat. Menjadi orang penting itu baik, tapi kata Kang Ebet lebih penting jadi orang baik. Sekarang masyarakat dalam kondisi lelah dan tak banyak berharap dari pemimpin yang ada, termasuk politisi-politisi yang akan maju dalam Pemilu 2009. “Tak ada yang bisa dipercaya” kata mereka. Ya, wajar masyarakat berkata begitu, sebab janji-janji dalam pemilu ya memang hanya sekadar janji, tak ada yang ditepati. Harga-harga tetap membumbung tinggi, sampai mimpi pun tidak terbeli.
Dan itulah kelemahan saya terakhir, yaitu tidak suka berjanji. Saya takut, dalam agama dikatakan, jika berjanji tidak ditepati menjadi golongan orang munafik. Agar tidak suka memberikan janji-janji surga, mengatakan yang tidak sebenarnya, merasa sombong karena terkenal sebagai selebritis politis atau politis selebritis, saya belum sanggung menjadi politisi, apalagi mewakili aspirasi rakyat, yang terkadang mudah diucap tapi sulit dilaksanakan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
bos,
ente mustinya jauh lebih hebat dan terkenal dari roy suryo jadi bisa nggantiin posisi dia di PD :)
ha,.a,.,a.,.a, yah namayah juga panggung politik, klw ga perlu embel2 besar namayah bukan sayembara untuk menduduki kursi panas di senayan.,.he.,.,e.,.,.e,.,e
kenapa tidak untuk di coba nanti tahun 2014.,.,.,sukses yah.,.,
Posting Komentar