Jika ada satu negara yang cukup mengesankan kesuksesannya dalam mengembangkan serta menjual teknologi informasi dan komunikasi, itu pastilah Finlandia. Bayangkan, jika sebelum tahun 1990-an negeri yang berada dekat Kutub Utara ini menggantungkan diri pada hasil hutan dan sumber daya alam terbatas, dengan antisipasi yang tepat dan melihat potensi yang dimiliki teknologi informasi dan komunikasi, Finlandia mampu merubah diri. Produksi Finlandia, seperti telepon genggam merk Nokia, kini menjadi HP begitu banyak digunakan atau yang di sini diistilahkan dengan HP “sejuta umat”.
Reputasi kesuksesan Finlandia dalam mereformasi ekonomi dan administrasi publik membuat seluruh dunia menengok ke sana dan menjadikan pengalaman Finlandia yang secara proaktif menyediakan layanan pemerintahan secara elektronik (e-government) sebagai pelajaran berharga agar dapat menuai sukses serupa. Kunci dari apa yang telah dicapai Finlandia memang tidak dapat dilepaskan dari bagaimana e-government dikembangkan di sana mengingat selain reformasi dalam administrasi publiknya, e-government juga mempertajam pembangunan masyarakat informasi.
Jalan Berliku
Visi nasional pengembangan ICT awalnya diformulasikan di tahun 1990-an, yang mengintegrasikan reformasi administrasi dan agenda menciptakan masyarakat informasi. Tentu saja, apa yang dicita-citakan tidak serta merta berbuah keberhasilan. Jalan berliku tetap juga harus dilalui negara yang banyak andil terhadap proses perdamaian dalam konflik antara GAM dan Pemerintah RI di Nanggroe Aceh Darussalam ini.
Memang pengembangan awal ICT berderak karena ditopang kolaborasi yang cantik antara petinggi pengambil kebijakan, baik itu pemerintahan, masyarakat sipil maupun dari sektor swasta. Namun begitu, pemerintah tidak begitu sukses mengefektifkan dan memobilisasi para pegawai negara ke dalam lingkaran visi yang ditetapkan.
Kegagalan memperlebar kepemilikan ICT tersebut kemudian menyebabkan terjadinya kebingungan pihak-pihak yang terlibat mengenai peran mereka dan langkah apa yang harus dilakukan dalam implementasi ICT. Apalagi, pemerintah sendiri belum dapat menetapkan target nasional yang terukur dari pengembangan ICT. Tak adanya target yang harus dicapai, membuat menurunnya akuntabilitas karena antara pihak-pihak yang terlibat dapat menilai kemajuan yang dicapai sesuka hati masing-masing.
Dari kendala yang mengemuka dan mengingat ICT merupakan alat untuk memperbaiki layanan terhadap publik dan mempromosikan manajemen yang efektif dalam administrasi publik, maka kemudian pemerintah secara lebih serius menetapkan tujuan pengembangan e-government dan pertanggungjawabannya, yaiut dengan mereformasi administrasi publik dengan menerapkan prinsip new public management (NPM). Fokus dari NPM adalah desentralisasi, privatisasi serta menciptakan public enterprise, dan disiplin anggaran.
Dengan NPM, maka maka kontrol terhadap pemerintah terhadap lembaga-lembaga terkait dikurangi. Dengan begitu, maka mereka dapat menentukan prioritasnya masing-masing, namun perangkat pengembangan e-government telah lebih dulu disamakan dan antarpihak tetap didorong untuk bekerja sama. Perubahan besar yang dihasilkan dalam administrasi pemerintah di Finlandia adalah akuntabilitas, tanggung jawab dan fleksibiltas yang meningkat, serta diikuti menurunnya koordinasi terpusat dan keterlibatan pemerintah dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi yang perannya tergantikan oleh masyarakat.
Guna memperkuat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai instrumen memperbaharui sektor publik, maka kemudian digagas proyek perdagangan secara elektronik (e-commerce). Selain memperkenalkan teknologi baru, e-commerce mengubah pola bisnis tradisional ke arah bisnis yang menggunakan jaringan komunikasi elektronik. Yang dijadikan indikator keberhasilan e-commerce di sini adalah pembangunan infrastruktur komunikasi dan peningkatan kepercayaan baik oleh “pedagang” maupun “pembeli”-nya. Oleh Kementerian Perdagangan dan Industri, e-commerce juga disosialisasikan kepada para pengusaha yang tergolong UKM.
Beberapa aktivitas lain yang kemudian muaranya memperkuat posisi Finlandia dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti diluncurkannya proyek untuk menjadikan Finlandia sebagai negara industri content. Yan dimaksud dengan content di sini termasuk produksi yang berisikan dokumenter, budaya, pendidikan, penelitian, hiburan serta pemasaran untuk media elektronik dan aktivitas bisnis yang berhubungan.
Pembangunan masyarakat informasi tidak hanya dibatasi untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi saja. Departemen Pendidikan juga mempromosikan pembangunan kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi serta akses internet melalui jaringan perpustakaan umum. Dengan kebijakan desentralisasi, pemerintah juga memindahkan pusat administrasi pemerintahan keluar dari wilayah Helsinki, sehingga pembangunan daerah meningkat dan tentunya lapangan pekerjaan.
Cara seperti itu, setidaknya, kemudian berbuah dalam mempersempit kesenjangan digital (digital divide). Seperti diketahui, akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi serta akses internet merupakan halangan pengembangan e-government yang cukup besar. Memang konektivitas telekomunikasi dan internet di Finlandia berada tingkatan yang cukup tinggi, namun hal itu tidak sama di seluruh penjuru negeri.
Dengan kebijakan desentralisasi dalam mewujudkan masyarakat informasi, di tahun 2002 saja sudah 63% dari populasi mempunyai akses terhadap komputer di rumah. Sementara utnuk akses internet, 62% populasi telah dapat mengakses internet di manapun. Namun nampaknya pemerintah belumlah puas dengan angka-angka itu.
Pemerintah kemudian banyak menggelar proyek untuk bagaimana meningkatkan akses seperti dengan meningkatkan jumlah terminal akses internet bagi publik, membangun infrastruktur informasi dan jaringan regional untuk menghubungkan daerah-daerah pedesaan, serta mengembangkan pembelajaran jarak jauh (distance learning) maupun teleworking. Untuk mendukung itu semua, dikeluarkan juga kebijakan yang tujuannya adalah meningkatkan akses broadband di seluruh negeri yang cukup jarang dapat menikmati sinar matahari tersebut.
Rajin Survei
Sejak tahun 1999, Departemen Dalam Negeri Finlandia melakukan rangkaian survei tahunan untuk melihat bagaimana pandangan publik terhadap layanan elektronik dari administrasi publik. Hasil dari survei tersebut akan dijadikan masukan bagi pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan layanan e-government. Salah satu hasil survei misalnya adalah diketahui bahwa masyarakat ternyata lebih banyak peduli terhadap layanan yang disediakan kota praja atau otoritas negara setempat dibanding layanan elektronik untuk sektor publik lainnya.
Sementara itu, hasil survei yang diadakan Departemen Keuangan terhadap masyarakat dan mereka yang memberikan layanan publik mengenai rencana membangun portal nasional, didapat informasi bahwa mereka menginginkan portal yang dapat menyediakan beberapa hal. Yaitu, informasi mengenai organisasi sektor publik, adanya layanan elektronik yang lebih maju dengan kemungkinan tersedianya fasilitas bertransaksi serta mekanisme umpanbalik terhadap pertanyaan yang khusus.
Dalam rangka memenuhi keinginan publik, maka kemudian pemerintah membuat model yang berisikan empat tahapan dalam mengantarkan layanan secara elektronik. Tahapan pertama adalah informasi. Pada tahap ini dibuat situs-situs yang menginformasikan layanan-layanan yang diberikan. Tahap kedua, informasi yang interaktif. Ini merupakan lanjutan tahap pertama yang ditambah dengan dibukanya fasilitas interaksi yang memungkinkan pengguna dapat mengakses database instansi yang dituju, mencari, mengeksplorasi serta berinteraksi dengan data yang dibutuhkan.
Tahap berikutnya adalah transaksi. Setelah interaktif, pada tahap selanjutnya perlunya disediakan fasilitas sehingga pengguna dapat memasuki informasi yang keamanannya terjamin sehingga transaksi dengan instansi tersebut dapat dilakukan dengan aman. Tahap keempat adalah penggunaan data secara bersama (sharing data). Setelah tahap pertama hingga ketiga tercapai, maka dengan terlebih dulu mendapat persetujuan dari pengguna, data-data yang didapat harus juga bisa dibagi dengan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya.
Pemerintah Finlandia juga membangun portal resmi pemerintah, portal masyarakat, sebagai pintu masuk dengan administrasi pemerintahan. Portal masyarakat menyediakan akses ke semua otoritas publik, meski kemudian juga dapat digunakan kalangan bisnis. Jalan menuju layanan kepada masyarakat secara online sesungguhnya telah dimulai sejak 1997 ketika Departemen Keuangan meluncurkan “Citizen Guide” yang bertujuan membawa buku pegangan warga negara secara online. Buku pegangan itu sendiri telah tersedia dalam bentuk cetak sejak awal ahun 1990-an. Ketika “Citizen Guide” muncul pertama kali tahun 1997, itu merupakan versi online bentuk sederhana dari buku pegangan yang selama ini sudah beredar di masyarakat.
Pada april 2002, portal masyarakat (
www.suomi.fi) diluncurkan dengan tujuan untuk menyediakan menyediakan informasi yang dibutuhkan publik untuk berbagai situasi. Sebagai tambahan dari kehadiran portal tersebut, pemerintah negara yang berbatasan dengan Norwegia dan Swedia ini juga meluncurkan sejumlah portal lain untuk pengguna maupun tema spesifik seperti portal promosi hiburan di www.yrityssuomi.fi yang tersedia versi dwibahasa: Finlandia dan Swedia.
Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri juga bekerja sama dengan daerah dan kota praja untuk membangun portal regional yang berfokus pada kebutuhan dan layanan lokal. Beberapa tematik dan portal daerah di antaranya adalah
Sementara untuk portal kota, misalnya adalah untuk kota Helsinki (www.hel.fi). Portal ini menyediakan informasi yang mendalam mengenai isu-isu yang terkait dengan kota tersebut, acara kebudayaan maupun berita umum mengenai Kota Helsinki. Selain menyediakan fasilitas online shopping untuk pembelian tiket transportasi, peta maupun buku yang terkait Kota Helsinki. Hingga saat ini, telah lebih dari 700 formulir online tersedia dalam portal tersebut. Dan yang terpenting, Kota Helsinki bertanggung jawab terhadap otentitas dan reliabilitas informasi yang berhubungan dengan layanan kota tersebut.
Dana Litbang
Salah satu kunci lain dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi adalah peran pemerintah dalam menumbuhkembangkan penelitian dan pengembangan. Jika melihat anggaran pemerintah untuk penelitian dan pembangunan tahun 2006 ini yang sebesar 1,680 miliar Euro atau sekitar Rp. 19,32 triliun—meningkat dibanding tahun sebelumnya yang “hanya“ 83 juta Euro, untuk penelitian dianggarkan 5,2% yang artinya sebesar sekitar Rp. 1 triliun. Sementara peran publik terhadap Litbang mencapai angka Rp. 200 miliar.
Dana penelitian itu kemudian disebar ke berbagai departemen. Misalnya Departemen Pendidikan yang menggunakan 44 juta euro, Departemen Perdagangan dan Perindustrian yang menyerap 41 juta Euro. Sementara Departemen Sosial dna Kesehatan mendapat jatah 7 juta Euro.
*Pernah dimuat di Majalah E-Indonesia
1 komentar:
Tulisannya, keren!
Posting Komentar