25 Agustus 2009

Komunikasi dalam Konflik

Frost dan Wilmot (1978) mendefinisikan konflik sebagai perjuangan—perbedaan di antara pihak-pihak yang dinyatakan, dikenali dan dialami—yang diekspresikan antara sekurang-kurangnya dua pihak yang saling bergantung, yang mempersepsi tujuan-tujuan yang tidak sepadan, imbalan yang langka dan gangguan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka. Bila anggota-anggota suatu kelompok mempunyai tujuan bersama, kecil kemungkinan konflik akan berkembang.

Konflik baru terjadi ketika atau setelah perbedaan-perbedaan tersebut dikomunikasikan. Konflik sendiri bisa dinyatakan dengan cara-cara berbeda, seperti gerakan nonverbal yang halus, pertengkaran habis-habisan, dari sarkasme yang halus, hingga kecaman verbal terbuka.

Charles Watkins (1974) menawarkan analisis tentang kondisi-kondisi esensial dari konflik, yang membentuk sebuah definisi operasional. Di antaranya: konflik muncul akibat adanya sasaran yang sama-sama dikehendaki tapi sama-sama tidak bisa dicapai, konflik menuntut setidaknya dua pihak yang mampu menjatuhkan sanksi terhadap satu sama lain serta konflik akan berakhir hanya bila setiap pihak merasa puas telah ‘menang’ atau ‘kalah’. Keuntungan definisi Watkins ini adalah hal ini meliputi kemungkinan komunikasi.

Konflik Pribadi dan Organisasi
Gaya konflik merupakan kombinasi dari banyak kepentingan untuk mencapai tujuan. Kepentingan-kepentingan dapat digambarkan dengan dua sumbu yang berjalan, dari kepentingan tingkat rendah menuju kepentingan tingkat tinggi. Sel-sel yang dihasilkan dengan campuran kepentingan untuk mencapai tujuan tertentu, menggambarkan gaya yang dimiliki seseorang dalam menangani konflik.

Menurut Hall (1969), Blake dan Mouton (1980) serta Kilmann dan Thomas (1975), dalam konflik pribadi terlibat beberapa pihak yang disebutnya sebagai pesaing, kolaborator, pendamai, akomodator dan penghindar. Pesaing adalah mereka yang mengejar kepentingan sendiri dengan cara agak kejam dan umumnya mengorbankan anggota-anggota kelompok lain. Kolaborator atau pencegah masalah adalah mereka yang berusaha menciptakan situasi yang memungkinkan tujuan semua kelompok dapat tercapai, dengan mencari solusi masalah.

Kemudian pendamai adalah mereka yang memiliki asumsi bahwa setiap orang yang terlibat dalam suatu pertentangan mampu menerima kekalahan dan berusaha membantu menemukan suatu posisi yang pas. Akomodator adalah mereka yang kurang tegas, namun cukup kooperatif yang mengabaikan kepentingannya sendiri demi kepentingan orang lain. Sedang penghindar atau penurut impersonal adalah mereka yang cenderung memang konflik tidak produktif dan sedikit menghukum, sehingga mereka berusaha menjauhi situasi yang tidak nyaman dengan menolak untuk terlibat.

Konflik antarkelompok dinyatakan dengan cara yang sama seperti pada pertentangan antarpribadi. Menurut Coffey dan kawan-kawan (1975) Ada tujuh tahapan yang menandai siklus konflik antar kelompok. Pertama, keraguan dan kecurigaan mulai mengemuka dan iklim mulai menurun. Kedua, persepsi atas kelompok luar terkena distorsi atau terpolarisasi dengan komentar verbal yang memisahkan kelompok yang “baik” dari kelompok yang “buruk”.

Ketiga, keterpaduan atau perasaan yang terkait seperti keramahan, ketertarikan, keakraban dan kepentingan dalam tiap kelompok meningkat. Keempat, kepatuhan pada norma kelompok meningkat dalam setiap kelompok. Kelima, kelompok mempersiapkan diri mereka menghadapi kepemimpinan dan pengarahan yang lebih otoriter. Keenam, prilaku yang bermusuhan, kurang komunikatif, dan tanda-tanda lain pada hubungan antarkelompok menjadi tampak. Dan ketujuh, pemisahan yang lengkap diharapkan oleh kedua pihak dan setiap bentuk usaha kerjasama yang positif menjadi terhenti.

Dalam organisasi, kelompok melakukan kontak dengan dan interaksi dengan kelompok lain dalam beberapa cara. Ketika terjadi interaksi kelompok, konflik mungkin tidak dapat dihindari. Menurut Nielsen (1972), konflik bisa muncul karena perbedaan karakteristik personal, perbedaan interpretasi, perbedaan persepsi dan pengalaman serta kompetisi untuk mendapatkan sumber-sumber organisasi yang langka.

Haiman (1951) membagi konflik organisasi dalam dua bagian: intrinsik dan Ekstrinsik. Konflik intrinsic merupakan konflik yang berhubungan dengan pemaknaan, bukti, alasan dan nilai. Sedang konflik ekstrinsik berkait dengan kebutuhan individu, perasaan, maksud dan pembelaan diri.

Tidak ada komentar: