11 Februari 2009

Memahami Politik Sebagai Suatu Proses


Memahami politik sebagai suatu proses, mempunyai sejarah yang panjang dan mahal. Thucydides menceritakan proses alamiah dari perang Poloponnesian sebagai suatu tragedi sejarah. Sesuatu yang hebat tetapi kurang makna sebagai rangkaian dari peristiwa-peristiwa manusia dimana memimpin untuk mengakhiri kebesaran Athenian. Konsep Thucydides tentang proses sebagai kombinasi dari antimoni – proses makro dan mikro, kesempatan dan kebutuhan, keacakan dan kepastian – sisa dari contoh besar tentang kesulitan dan kekuatan inheren dalam penjelasan proses tentang sejarah politik.


Paling tidak sejak Polybius ada, telah banyak usaha-usaha untuk mendukung lingkaran sejarah, mengulang-ulang aturan tentang perubahan politik sepanjang waktu, dimana mengulang untuk mereka sendiri atau sukses untuk mereka sendiri. Elaborasi teori-teori dari Spengler dan Toynbee memimpikan mengulang-ulang aturan-aturan untuk menumbuhkan dan menjatuhkan peradaban. Hegel dan Marx, melihat pembangunan pertunjukan dalam sejarah, suatu proses tentang konflik dan diperbaharui sepanjang waktu. Weber, di sisi yang lain, memandang model tentang memahami proses sejarah sebagai mekanisme, suatu pembangunan yang kurang makna dari proses makro dimana tidak dibutuhkan pikiran yang maju, tidak cocok dalam pertunjukan yang rapi atau lingkaran ‘rasional’.

Pada resiko dari keruntuhan, banyaknya pandangan yang berbeda-beda diantaranya pertama, terdapat proses-proses ide-ide tentang putaran (cyclical), dimana sejarah diulang sendiri dalam pengulangan-pengulangan yang bisa diidentifikasi. Kedua, terdapat visi berirama, dimana tidak proses melingkar, tetapi melihat serangkaian aturan-aturan pada perubahan sejarah dan politik sepanjang waktu. Kemudian ada tradisi pembangunan yang berpikiran maju, dimana dalam berbagai cara melihat proses politik membawa perubahan pertunjukan sejarah yang terus lebih baik. Hal ini bertentangan dengan pandangan pembangunan yang tidak berpikiran maju, dimana argumen bahwa seseorang dapat mengobservasi dan mengidentifikasi proses utama dalam kegiatan politik, tetapi tidak sebagai bagian dari pola sejarah yang progresif.


Pada akhirnya ada pandangan yang kurang popular tetapi sama–sama baik, yaitu proses politik adalah suatu hal yang tidak dapat dimengerti, dan acak, juga bagian dari sesuatu yang tidak berpola atau bagian dari perkembangan yang dapat diidentifikasi, secara rasional dapat ditentukan., atau bahkan rangkain kausalitas yang dapat diterima. Pandangan yang terakhir ini dapat dikaitkan dengan eksistensialism, tetapi hal itu minimal kembali kepada Hume dalam bidang filsafat dan Machiavelli dalam bidang filsafat politik.

Machiavelli memandang politik adalah proses yang murni dan sederhana., sama sekali tanpa ciri-ciri yang dapat dikemukakan oleh pemikir lain yang telah kita sebut,yang terjadi pada dunia yang tidak permanen dan tidak stabil, Dengan keberuntungan yang pada puncaknya mengatur hasil situasi politik dan dengan sejarah dan politik menuju suatu tempat. Kita boleh menyebut pada hal ini sebagai pandangan dinamis dari proses politik.

PENGARUH FILSAFAT DAN FISIKA KLASIK

Ide tentang proses mendapatkan pengaruh besar pada periode modern oleh refleksi filosofis yang terinspirasi oleh fisika dan biologi baru, khususnya apa yang secara longgar diistilahkan sebagai “filsafat proses”. Penemuan bahwa ruang dan waktu itu tidak terpisah dan mutlak, bahwa sifat biologi itu dinamis dan berkembang, bahwa prilaku partikel sub atom rupanya menentukan efeknya.


Kita menyebut empat pemikir yang berpengaruh dalam bidang filsafat proses dan madzhab pemikiran yang sering dikaitkan dengan ide proses yaitu : Pragmatisme.
Nietzsche (1954) memandang kehidupan sebagai proses perubahan dan manusia selalu ada dalam proses yang tidak pernah berakhir. Dia memandang kehidupan itu berputar dalam lingkaran lebih jauh “perulangan abadi”, membusuk dan bangkit kembali. Bergson (1955) menerima gagasan tentang tentang durasi, yang memandang realitas sebagai proses temporal tanpa rajutan, yang terdiri dari beberapa aspek yang menentukan masa lalu tetapi juga sesuatu yang baru dari kreativitas intuitif pada masa kini. Seperti Bargson, Whitehead (1978) mengartikan proses dengan menghubungkanya ke metafisika yang tak jelas.


Keduanya mempercayai kemajuan melalui “kemajuan kreatif dari alam”. Seorang pemikir katolik berpengaruh, Tielhard de Cardin ( 1959) memandang evolusi sebagai kekuatan kreatif dari “fenomena manusia”yang merupakan ciptaan tertinggi. Tidak seperti Nietzsen, para pemikir memberikan ide mereka dengan menambahkan unsure teologis.

Keseluruhan kaum pragmatisme menolak godaan untuk menghubungkan alam dari proses sosial kepada pemeliharaan untuk tuhan. Piere (1931-1958) mengembangkan kosmologi evolusioner…Penganut aliran pragmatis secara keseluruhan menahan diri untuk menghubungkan alam dan proses social ke dalam pemeliharaan tuhan. Pierce membuat kosmologi evolusioner yang sulit yakni sebuah realitas yang berkesinambungan dalam perubahan yang dinamis di dunia ini yang dicirkan oleh “objective chance” (kesempatan yang onjektif). Teori-teori James dan Dewey lebih menekankan lagi pada evolusi dinamis yang terjadi di alam semesta. Dewey pada suatu kesempatan berpendapat bahwa masalah komunikasi berpengaruh terhadap suksesnya demokrasi, dan bahwa segala proses perkembangan dapat ditindaklanjuti melalui penciptaan ilmu social dalam menumbuhkan kesadaran “public”.


FILSAFAT MEAD DEWASA INI

Filsafat Mead dewasa ini termasuk yang lebih sulit untuk dijelaskna. Barangkali hal ini merupakan usaha utama dalam kosmologi pragmatis. Masa lalu terlah terjadi dan masa depan akan terjadi, namun realita orang-orang hanya ada pada bagaimana orang-orang tersebut “mempertunjukkan” dirinya sendiri di masa sekarang ini. Dari perspektif sekarang, masa lalu dan masa depan memiliki kehidupan yang berarti, tidak hanya merupakan konsep apa yang sebenarnya atau yang mungkin terjadi, tetapi lebih pada konsep keberlakuan masa lalu dan masa yang akan datang.

Gagasan tersebut dicetuskan untuk memperoleh pengaruh dari aliran Chicago yang terkenal tapi tidak tertanam luas pada ilmu-ilmu social. Meski demikian, gagasan tentang proses tersebut bertahan dalam ilmu social dan akan terhubungkan dengan gagasan komunikasi yang didengungkan oleh sekelompok kecil para ilmuwan, yang sering bekerja secara bebas dan tanpa menyebarkan pengaruh.

Dengan warisan filosofi dalam pikiran kita, mari kita mendiskusikan empat aliran yang mudah dikenali secara kasar dan juga memberi kontribusi pada literatur dimana mahasiswa yang mempelajari proses politik sebagai komunikasi mengenalinya. Kita dapat menamai aliran-aliran ini sebagai pandangan-pandangan ‘tradisional’ dari proses politik, aliran interaksionis simbolik, anals transaksional dan dramatisme. Setelah kita mendiskusikannya, kita akan memberi evaluasi dan pendapat untuk integrasi teoritikal.

Tidak ada komentar: