22 Januari 2009

Konvergensi, ENUM dan TI Indonesia Masa Depan

Enam tahun lalu, di sebuah media nasional, saya menulis bagaimana konvergensi akan menjadi kunci masa depan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Tak perlu menunggu waktu terlalu lama, konvergensi antara telekomunikasi, media (penyiaran) dan informatika telah hadir di sekitar kita. Secara mudahnya, lihat saja ponsel-ponsel sekarang ini, selain untuk berbicara, juga bisa mengirim SMS/MMS, faksimili maupun berinternet ria.

Bahkan dengan teknologi 3G, lewat fasilitas video call , lawan bicara pun dapat ditatap. Sementara dengan mobile TV, penyiaran yang secara tradisional melalui monitor televisi berubah ke layar ponsel. Semua itu menyebabkan kita sekarang kesulitan untuk memilah-milah mana yang menjadi domain telekomunikasi, media maupun informatika, karena batas-batas ketiganya kian kabur.

Yang perlu dikedepankan adalah bagaimana posisi dan strategi Indonesia sebagai implikasi konvergensi menuju apa yang dinamakan Next Generation Networks (NGN), yang bahkan sekarang berubah menjadi Now Generation Networks. Walaupun NGN dinilai sebagai jargon untuk industri telekomunikasi saja, bukanlah perdebatan makna NGN yang dikedepankan, namun bagaimana Indonesia saat ini menyikapi tantangan dan peluang menuju TIK berbasis IP, baik untuk infrastruktur, kemudahan akses serta tentunya strategi yang mantap agar bangsa ini tidak hanya menjadi obyek pemasaran produk-produk asing dan menjadi bangsa tertinggal di tengah era informasi yang mengglobal.

Dari penyatuan telekomunikasi dan internet, selain kebutuhan akan adanya internet berpita lebar dengan harga murah, implementasi WiMax untuk jaringan akses ke pelanggan (last mile), yang juga menjadi bahan diskusi hangat adalah permintaan nomor dari penyelenggara jasa internet menyambut apa yang disebut-sebut sebagai Electronic Number Mapping atau juga dikenal dengan Telephone Number Mapping (ENUM).

Hanya saja, menghubungkan antara permintaan penomoran dengan ENUM merupakan simplifikasi dari ENUM itu sendiri dan menyamakan antara ENUM dengan Telepon IP. Sebab meski memfasilitasi panggilan VoIP pengguna dari jaringan IP dan PSTN, ENUM bukanlah fungsi VoIP dan jangan menyamakan dengan ruting VoIP biasanya yang berbasis protokol SIP, H.323 maupun IAX.

ENUM merupakan enabler antara PSTN dan Internet. Sebagaimana dijabarkan International Telecommunication Union (ITU), ENUM merupakan protokol komunikasi yang menyatukan sistem penomoran telepon E.164 dengan sistem pengalamatan internet (DNS) menuju ke sebuah uniform resource identifier yang dapat digunakan untuk melakukan kontak terhadap sumber yang terkait dengan nomor tersebut. Secara konsep, ENUM mengkonversikan nomor telelpon E.164 semisal +61392859000 ke nama domain lengkap 0.0.0.9.5.8.2.3.6.1.e164.arpa. Beberapa alamat komunikasi yang dapat disatukan dengan ENUM seperti alamat rumah atau kantor, email, nomor telepon lainnya maupun situs internet.

Infrastruktur ENUM memfasilitasi sinyal berbasis IP dan interkoneksi antarpenyedia layanan. Interkoneksi memungkinkan penyedia layanan VoIP untuk menghindari biaya terminasi PSTN, menjaga kualitas end-to-end dan mencegah adanya fitur yang tidak berfungsi. Dengan ENUM, beragam penyedia VoIP dapat dijembatani saat jaringan IP tersedia. Sementara tanpa ENUM, penyedia VoIP tak punya alternatif untuk menggunakan PSTN sebagai transportasi biasa antara telepon berbasis IP pada jaringan yang berbeda.

Sebagaimana diketahui, selain frekuensi, nomor merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga pemanfaatannya harus seefisien mugkin. Arah trend regulasi dunia mengenai penomoran, jelas mengarah pada dua hal, yaitu number portability dan ENUM. Keduanya, secara langsung maupun tidak langsung mempunyai hubungan yang unik untuk sama-sama mengefisienkan penomoran, mengubah paradigma nomor sebagai milik operator menjadi milik negara yang ‘dipinjamkan’ kepada konsumen, serta secara lebih jauh mengubah tatanan industri.

Rencana Dasar Teknis Telekomunikasi tahun 2000 memang sudah mengantisipasi hal tersebut dan terbuka peluang untuk mengimplementasikannya. Namun, karena implementasi yang tidak sesederhana membalikkan telapan tangan dan akan mengubah tatanan industri, konsep penomoran baru itu perlu dipersiapkan secara lebih matang. Kesalahan mengambil keputusan, pertaruhannya adalah nasib TIK kita ke depan.

Sambil menyusun arah yang bermuara pada bagaimana langkah-langkah menghasilkan masyarakat Indonesia berbasis ilmu pengetahuan, target-target dan strategi TIK ke depan, yang tidak bisa diabaikan begitu saja adalah bagaimana mensinergikan aturan sektor telekomunikasi, penyiaran dan informatika, yang sudah konvergen. Beberapa negara, terkait dengan konvergensi tersebut, sudah menghasil apa yang dinamakan UU Konvergensi, sementara posisi Indonesia, aturan yang membawahi sektor-sektor TIK masih terpisah-pisah, bahkan ada yang aturannya masih bersifat RUU. Diskursus mengenai bagaimana aturan termasuk regulator sektor-sektor TIK tentunya perlu lebih diintensifkan juga agar didapat aturan yang konvergen, dapat diaplikasikan dan komprehensif.

Tidak ada komentar: