Hari ini (Rabu, 19 Nov 2008), saya baca, ada satu tulisan sehalaman di Harian Jurnal Nasional. Terima kasih JurNas.
Adapun isinya:
Heru Sutadi, Anggota Komite Regulasi Telekomunikasi Indonesia BRTI
Jatuh Cinta pada Teknologi Informatika
by : Irfan Fikri
BERAWAL suka mengutak-atik alat elekronik saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) mulai dari remote televisi sampai membuat handy talky, membuatnya jatuh cinta pada dunia teknologi informatika. Karena ketertarikan itu, dia memilih kuliah di Tehnik Elektro Fakultas Tehnik Universitas Indonesia.
“Sejak SMP saya sudah bisa buat obat nyamuk elektrik dan buat alarm sendiri,” katanya ketika saya temui di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Seiring pesatnya perkembangan tehnologi dunia, tak sulit bagi Heru mencari kerja selepas kuliah. Dia langsung diterima di salah satu perusahaan jaringan telepon di Indonesia. Dia bertugas memasang jaringan fiber optik di beberapa tempat penting seperti di Istana Negara dan kediaman wakil presiden.
Tak puas bekerja di tanah air, dia pergi ke Arab Saudi menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI). Bukan sebagai pembantu rumah tangga, namun senior engeenering yang bertugas memasang tower (koreksi. harusnya "membangun jaringan") telekomunikasi di Arab. “Targetnya di Arab, satu tahun memasang seribu tower (koreksi. harusnya "satu juta line pelanggan"),” ujar dia.
Heru bangga. Pilihan hidupnya ingin total menyelami dunia tehnologi informatika tidak sia-sia. Seiring kemajuan dunia telekomunikasi, dia berkesempatan kerja pergi ke beberapa negara, antara lain Hongkong, Malaysia dan Singapura. “Sejak kuliah, saya optimistis dunia telekomunikasi memang cerah. Ternyata pilihan saya tepat,” ucap suami dari Era Rakhmawati ini.
Kecintaan pada bangsa ini, terutama rindu masakan Indonesia membawanya kembali pulang. “Tidak puas kalau tidak makan nasi. No rice no power.”
Dia berniat mengembangkan telekomunikasi di Indonesia dengan ilmu yang dimiliki. “Padahal waktu di luar negeri gaji saya sudah menyentuh angka US$12.000,” kata ayah Katari Fitriani dan Fajar Aiman Rozan ini.
Dia berniat mengembangkan telekomunikasi di Indonesia dengan ilmu yang dimiliki. “Padahal waktu di luar negeri gaji saya sudah menyentuh angka US$12.000,” kata ayah Katari Fitriani dan Fajar Aiman Rozan ini.
Sejak pulang ke tanah air, dia aktif melakukan sosialisasi penggunaan internet. Terutama bahaya cyber crime yang awal tahun 2000 begitu marak.
Banyak masyarakat tertipu tawaran sumbangan fiktif dari luar negeri. Sang korban diminta mentransfer sejumlah uang pajak sebelum sumbangan dicairkan. Heru pun mendirikan organisasi Masyarakat Internet (Master) untuk menyosialisasikan penggunaan internet.
Banyak masyarakat tertipu tawaran sumbangan fiktif dari luar negeri. Sang korban diminta mentransfer sejumlah uang pajak sebelum sumbangan dicairkan. Heru pun mendirikan organisasi Masyarakat Internet (Master) untuk menyosialisasikan penggunaan internet.
Selain itu, Heru melihat mayoritas masyarakat belum mengerti manfaat dan kegunaan mendasar ponsel sebagai alat komunikasi. “Ponsel dianggap mainan layaknya mainan anak-anak. Fungsi dasar sebagai alat telekomunikasi luntur,” ujar Anggota Komite Regulasi Telekomunikasi Indonesia di Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ini.
Fenomena ini memang tidak bisa menyalahkan anak. Para orangtua minim memberikan pengertian manfaat ponsel bagi anak-anaknya. Alhasil, ponsel masuk ke dalam ranah model. Setiap ada model baru, harus ganti. “Orang sudah tidak berpikir lagi tentang manfaat yang didapat dari ponsel yang dimilikinya. Yang penting bergaya.”
Heru mencontohkan, orang harus sadar kalau uang Rp1.000 yang dikeluarkan untuk menelpon harus bermanfaat sebanding dari yang dikeluarkan. Hingga, fungsi ponsel sebagai alat efisien, bukan tujuan. “Bukan untuk gaya-gayaan.”
Menurut dia, Undang-undang (UU) Telekomunikasi saat ini sangat Ketinggalan zaman alias usang. UU yang ada tidak ada korelasi dalam UU yang mengatur menyeluruh antara UU Penyiaran dan Telekomunikasi.
Menurut dia, Undang-undang (UU) Telekomunikasi saat ini sangat Ketinggalan zaman alias usang. UU yang ada tidak ada korelasi dalam UU yang mengatur menyeluruh antara UU Penyiaran dan Telekomunikasi.
Padahal seiring perkembangan, dalam satu alat elektronik, seperti ponsel, selain alat komunikasi dapat sebagai televisi maupun radio.
Akibatnya, ada pemborosan lembaga, seperti ada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), BRTI dan lembaga lainnya. “Ini pemborosan. Seharusnya ada yang mengatur satu atap,” ucap Heru. Irfan Fikri
Akibatnya, ada pemborosan lembaga, seperti ada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), BRTI dan lembaga lainnya. “Ini pemborosan. Seharusnya ada yang mengatur satu atap,” ucap Heru. Irfan Fikri
1 komentar:
wow....terkesima sampai nggak isa kasih komen lain.
Posting Komentar