21 Mei 2010

E-Voting dalam Pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat

Munas Partai Demokrat yang dibuka hari ini (21 Mei) hingga tanggal 23 Mei akan mencatatkan sebagai Munas yang menggunakan teknologi terbaru pada proses pemilihan ketua umum partai berupa elektronik voting (E-voting). Konsep e-voting sama dengan model konvensional yang menggunakan hak, tetapi melewati proses verifikasi. Bedanya, seperti dipaparkan dalam situs resmi Partai Demokrat, proses klarifikasi peserta akan dimodali ID Card. ID card akan di barcode oleh panitia. Saat pemilihan ketua umum, ID diverifikasi dan akan dibaca oleh mesin.

Setelah terbaca maka identitas pemilih akan muncul dalam layar besar dan bisa diakses seluruh peserta. Setelah itu, kemudian menuju bilik suara untuk memilih. Setelah masuk di bilik suara, peserta akan menghadapi layar komputer untuk melakukan verifikasi kedua. Kemudian layar monitor touch screen akan memunculkan foto kandidat untuk dipilih. Kemudian, hasil pemilihan akan diumumkan secara elektronik. Dan jika ada kandidat yang merasa dirugikan, maka alat bukti pemilihan berupa struk pemilihan bisa diminta lagi oleh pihak yang protes sebagai bukti. Menurut panitia, teknologi yang dipakai dapat diaudit kebenarannya.
* * *
Secara pemanfaatan teknologi informasi, apa yang dilakukan Partai Demokrat merupakan sebuah langkah maju. Bahkan bukan cuma dalam hal pemanfaatan teknologi informasi, namun kemajuan dalam berdemokrasi. Di banyak negara, konsep e-voting sudah mulai diterapkan.

Sebagaimana diketahui, teknologi informasi berperan besar dalam mengubah gaya hidup, kehidupan ekonomi, sosial budaya, termasuk juga hubungan rakyat dan pemerintah, serta demokratisasi. Teknologi informasi dikembangkan pemanfaatannya dalam  berdemokrasi karena biaya yang murah, cepat, transparan dan memangkas birokrasi. Sehingga, mungkin sudah saatnya, jika beberapa waktu lalu, teknologi informasi telah meramaikan demokrasi dalam Pemilu di tanah air, termasuk diikuti dalam Pilkada,  penggunaan teknologi informasi dalam e-voting nampaknya hanya soal waktu saja.
E-voting disebut murah, karena memang jika dibandingkan dengan perhitungan manual, akan memakan waktu dan biaya, baik dari pencetakan misalnya kertas suara, petugas penghitung dan sebagainya. Dengan memangkas itu semua, maka penghitungan juga akan lebih cepat. Tidak ada aturan, berapa minimal peserta untuk dapat e-voting digunakan, tapi tentunya, ada semangat lain yang juga perlu dicermati adalah adanya transparansi jika e-voting dipakai. Masalah kertas suara yang salah, sudah dicoblos, ditandai maupun duplikasi kertas suara, tidak akan terjadi dengan penggunaan e-voting.

Mengapa? Sebab, mekanisme e-voting adalah pemilih anonimous, alias tidak dapat dijejaki siapa memilih siapa, dan tentunya tidak bakal ada pilihan yang sudah dipilih lebih dahulu, tidak seperti kertas suara manual yang bisa dicoblos lebih dulu. Hanya saja, yang perlu dicatat, sistem yang dipakai sudah harus lulus pengetesan dan audit. Tidak bisa alat berbasis teknologi informasi yang sekonyong-konyong baru, kemudian dipakai, sebab serangkaian pengujian perlu dilakukan agar alat dapat dijamin bekerja dengan baik, dan tidak akan ada masalah seperti penggelembungan angka untuk kandidat tertentu, ataupun dapat dijejakinya siapa memilih siapa. Sebab jika itu terjadi, maka tujuan partai yang lebih demokratis  bisa jadi tidak tercapai.

Lalu bagaimana dengan sistem yang akan Partai Demokrat? Yang jelas, sistem ini harus dites dan diaudit lebih dulu. Jika itu sudah, prinsip jaminan privasi harus dikedepankan. Artinya, jangan sampai ketika barcode ID card di-scan dan kemudian terpampang di layar, yang kemudian masuk memilih, urutan-urutan pemilih terekam dalam komputer, dan akan ketahuan siapa memilih siapa.

Hal lainnya, adalah, sebagaimana kelemahan e-voting, adalah mewaspadai setting dari sistem dimana walaupun jumlah pemilih akan sama antara yang benar-benar memilih dengan yang ada di komputer, namun sesungguhnya hal itu tidak bisa dipertanggung jawabkan. Kenapa? Karena memang sistem e-voting didesain bersifat anonimous, tak bisa diketahui siapa memilih siapa, yang justru juga memberi celah bahwa pemilih tidak bisa memastikan, apalah pilihannya terhadap kandidat tertentu memang benar kandidat itulah yang dipilih, bukan sebaliknya.  

Karena itu, sebaiknya, penggunaan e-voting, dilakukan hanya setelah memang benar sistem telah diuji dan dapat dpertanggungjawabkan hasilnya. Jika tidak, ya itu dapat dianggap hanya untuk gagah-gagahan saja, seolah-olah telah maju selangkah dalam berdemokrasi. (herusutadi@hotmail.com)

1 komentar:

Zuherman Rustam mengatakan...

Benar, E-voting rentan terhadap manipulasi, tidak ada yang bisa menjamin program yang digunakan "MURNI".
Apalgi masyarakat indonesia belum semua bebas "GAPTEK", sebagai contoh untuk menggunakan HP baru saj masih diperlukan waktu untuk menyesuaikan diri.