07 Maret 2009

Tulisan "Memajukan Layanan Jasa Pesan Premium" Dimuat Majalah Selular


Majalah Selular Edisi Maret 2009 memuat tulisan saya berjudul "Memajukan Layanan Jasa Pesan Premium". Berikut isi tulisannya atau dapat dilihat di Majalah Selular:

Dengan dimulainya pemberian layanan telepon bergerak seluler generasi ketiga (3G) sejak 2006 lalu, itu artinya Indonesia telah memasuki babakan baru dalam industri teknologi informasi dan komunikasi dari narrowband (pita sempit) ke arah broadband (pita Iebar). Selain menyangkut seberapa jauh infrastruktur teknologi pita lebar tersebut menjangkau ma­syarakat, yang tak bisa diabaikan adalah layanan apa saja yang bi­sa disajikan bagi penggunanya. Melalui pengalaman beberapa negara yang telah lebih dulu mengim­plementasi pita lebar, konten mempunyai peran strategis. Tanpa konten yang menarik, menghibur, maupun mendidik, infrastruktur yang ada dapat di­ibaratkan jalan tol berlajur ba­nyak yang hanya dilalui sebuah motor bebek, yang tentunya amat sangat mubazir.

Terkait dengan layanan konten yang memanfaatkan jaringan telekomunikasi, cukup menarik melihat layanan yang diberikan dalam bentuk premium call. Meski secara bisnis menjanjikan, dan potensi memberikan layanan yang menarik, menghibur dan mencerdaskan cukup besar, namun karena layanan ini identik dengan layanan yang bersifat esek-esek, karena sering beriklan dengan menampilkan perempuan-perempuan nyaris nirbusana dam kata-kata “mengundang”, akhirnya layanan ini menjadi mati suri, hidup segan mati tak mau.

Apa yang terjadi pada layanan premium call merupakan pembelajaran berharga bagi semua pihak dalam mengembangkan layanan SMS/MMS Premium. Apalagi, dalam beberapa tahun belakangan ini, BRTI telah banyak menerima keluhan dan informasi terkait dengan layanan dari content provider (CP) yang bekerjasama dengan operator telekomunikasi.

Beberapa isu yang mengemuka mengenai layanan SMS/MMS Premium adalah konsumen kesulitan untuk deaktivasi (unreg) layanan, layanan ”SMS Selebriti” yang dianggap masyarakat bahwa mereka bisa berinteraksi langsung dengan selebritis pilihan mereka melalui SMS ternyata hanya satu arah serta maraknya kuis-kuis interaktif berhadiah di televisi yang telah banyak meresahkan masyarakat dan menjadi perhatian Majelis Ulama Indonesia yang mengeluarkan Fatwa Haram atas layanan tersebut karena mengandung unsur judi. BRTI juga menerima beberapa masukan keluhan masyarakata tentang layanan SMS/MMS Premium yang ditemukenali bersifat normally open dimana pelanggan yang menerima pesan dari CP tersebut secara otomatis langsung terdaftar sebagai pelanggan.

Mengingat posisi regulator telekomunikasi adalah bagaimana menjaga industri ini tetap berkesinambungan mengingat era pita lebar sudah dimulai dan posisi konten akan menjadi signifikan, maka regulator merasa perlu untuk mencoba membina industri ini menjadi lebih baik. Setelah proses konsultasi publik yang cukup panjang, maka pada awal 2009, Menkominfo kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri No. 01/2009 mengenai Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (Short Messaging Service/SMS) ke Banyak Tujuan (Broadcast).

Dalam Permen No. 01/2009, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian penyedian konten untuk melindungi masyarakat konsumen, seperti: proses aktivasi yang harus semudah proses deaktivasi, adanya customer service yang bisa dihubungi pelanggan, kemudian pelanggan juga harus tahu mengenai tarif berlangganan dan berapa kali akan menerima layanan dalam sehari. Aturan ini selain berguna untuk masyarakat konsumen, juga memerikan rasa aman bagi industri konten agar tidak mendapatkan citra negatif.

Dalam Permen disebutkan bahwa penyelenggara jasa pesan premium harus mendapat ijin. Namun begitu, ijin yang dimaksud adalah hanya berupa mendaftar ke Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia dengan menyampaikan formulir pendaftaran dan surat pernyataan sebagaimana termuat dalam Lampiran Permen tersebut. Pendaftaran tidak dipungut biaya alias gratis dan dilakukan dengan cara yang sangat mudah, yaitu hanya dengan menyampaikan formulir pendaftaran dan surat pernyataan.

Menyangkut Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) telekomunikasi yang diamanatkan Permen No. 01/2009, ini bukan kebijakan baru. UU No. 36/1999 telah mengamanatkan hal itu, baik penyelengara jaringan maupun jasa telekomunikasi. Sehingga, sebagai penyedia layanan jasa pesan premium, BHP juga diterapkan.


Jika sebelumnya BHP sudah dibayarkan melalui operator, ke depan hanya tinggal memisahkan saja, mana yang dibayar penyedia jaringan dan mana yang menjadi kewajiban penyedia jasa pesan premium. Berita baiknya, jika sebelumnya BHP sebesar 1% dari pendapatan kotor, dengan PP No. 7/2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika, BHP diturunkan menjadi 0,5% saja.

Tidak ada komentar: