Foto Rahma dan Sarah Azhari menyeruak di rana publik kembali. Bukan pertama, dulu Rahma dan Sarah sudah beberapa kali foto minim nya masuk ke ruang publik. Sebenarnya bukan cuma Rahma dan Sarah, banyak artis juga, asli atau dengan rekayasa foto minimnya tersebar luas ke masyarakat. Sebut saja Almarhumah Sukma Ayu, Syaharani, Sandra Dewi, bahkan Olga Lidya, Luna Maya pun tidak luput dari penyebaran luasan foto-foto minim.
bukan cuma artis. Dalam catatan Inilah.com, Polda Jatim kini punya tugas ekstra: merazia ponsel pelajar. Sasarannya jelas: video mesum. Pekerjaan ekstra ini harus dilakoni menyusul maraknya beredar film esek-esek amatiran itu.
“Kami sudah mengumpulkan data file dari beberapa film porno buatan lokal Jawa Timur. Ini sudah mengkhawatirkan,” ujar Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Puji Astuti.
Jatim kini seperti ladang produksi film biru amatiran itu. Terakhir, kasus ini terungkap di Gresik. Seorang mahasiswa perguruan tinggi terkenal di Surabaya, direkam dalam video ponsel berdurasi 7 menit 9 detik. Gadis bertinggi badan 165 cm itu direkam dari mulai mengenakan baju cokelat transparan, lalu bra hitam kombinasi pink, hingga akhirnya bugil tanpa selembar benang pun.
Video itu direkam seorang pria dengan kamera ponsel. “Mantap...mantap,” kata pria itu sambil mengarahkan kameranya hingga ke bagian paling sensitif sekalipun.
Video itu ternyata tak hanya satu. Ada tiga episode. Pada dua episode pertama, videonya tak terlalu panas. Tapi, pada episode ketiga, dengan durasi cukup panjang, 14 menit 26 detik, adegannya mirip di film-film porno luar negeri. Bahkan, sedikit dibumbui adegan dan kata-kata kasar.
Belakangan diketahui, wanita yang juga terungkap beradegan layaknya suami istri dalam video itu, berinisial PT. Dia melakukannya bersama FR, kekasihnya. PT berdiam di Perum Griya Kembangan Asri.
PT, di mata tetangganya, anak yang baik dan cerdas. Kabarnya, mahasiswa teknik fisika semester II itu punya indeks prestasi tinggi. Nilainya melorot setelah pacaran dengan FR. “Sekarang (PT) kabarnya sudah bertunangan dengan salah satu karyawan BUMN terkenal di Gresik,” kata tetangganya.
PT dan FR sendiri kini sudah ditangani pihak kepolisian. Kepada penyidik, pemeran pria video mesum itu mengakui tidak sadar saat melakukan adegan suami istri itu. Ia bahkan mengaku seperti orang yang kerasukan sehingga dapat melakukan adegan hubungan seks yang cenderung kasar kepada PT, kekasihnya.
“Dia mengakui kalau berhubungan dengan lawan jenisnya kasar seperti itu. Tapi kalau saya nilai, dia punya kelainan seks, atau terlalu banyak menonton film-film panas barat," jelas Kasat Reskrim Polres Gresik, AKP Fadil Widiyanto.
Sebenarnya, bukan kali ini saja Jatim dihebohkan video mesum. Sepekan sebelumnya, seorang pelajar SMA asal Jombang, juga melakukan hal yang sama. Rekaman mesumnya itu bahkan diperjualbelikan di sejumlah konter ponsel. Filmnya pun punya tajuk: Intan Alangkabut.
Bulan lalu, kejadian menghebohkan ini juga melanda Bangkalan, Madura. Seorang siswi SMA Bangkalan, NA (19 tahun), warga desa Arosbaja, berperan di film tersebut. Sebelumnya, sebuah video mesum berdurasi 36 detik juga membuat ramai Probolinggo.
Menurut pakar telematika, Heru Sutadi, perkembangan pornografi sejalan dengan perkembangan teknologi. Semakin maju teknologi, semakin cepat dan semakin mudah dalam mengakses materi teknologi.
Awalnya pornografi hanya didistribusikan lewat kaset video, dan berubah ke keping VCD dan DVD. Saat ini, distribusi pornografi lebih mudah dan lebih cepat dengan berkembangnya teknologi yang makin maju.
Secara konvensional, materi pornografi biasa didistribusikan lewat keping VCD dan DVD, serta umum dijual, misalnya di Pasar Glodok. Sedangkan distribusi non konvensional lewat internet maupun ponsel.
Distribusi lewat internet lebih membahayakan. Selain lebih cepat, juga bisa diakses hingga daerah, asalkan ada akses internet. Selain itu, semua golongan hingga anak-anak kecil juga bisa mengakses tanpa ada yang bisa mengontrol.
Pencegahan distribusi pornografi di internet sulit dilakukan. Meskipun bisa difilter, tapi masih ada lubang agar orang bisa menembus penghalang yang diterapkan.
“Yang terbaik adalah menyadarkan masyarakat agar tidak merekam adegan yang tidak senonoh menggunakan perangkat perekam elektronik apapun,” katanya.
Namun kamera konvensional pun bisa berbahaya. Karena hasil rekaman harus disimpan dalam komputer, dan bisa dicopi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Rekaman lewat ponsel kamera lebih berbahaya. Hasil rekaman mudah distribusikan, cukup dengan fasilitas bluetooth bisa menyebar dari satu HP ke HP lain.
Selain itu, video mesum juga bisa dikirim lewat fasilitas MMS.
30 Desember 2008
21 Desember 2008
Giliran Warta Egov Bikinin Tulisan
Warta eGov, media yang aktif memberikan informasi mengenai perkembangan pemanfaatan layanan secara elektronik, membuat tulisan tentang saya. Terima kasih Mas Yunus.
Heru Sutadi: Daftar BRTI dan KIP
Selasa, 16 Desember 2008 18:00
Heru Sutadi lebih dikenal sebagai anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Kiprahnya di BRTI ternyata tidak membuatnya kapok untuk menjadi bagian dari sebuah badan yang menentukan kebijakan seputar regulasi ini, meskipun masa jabatannya akan segera berakhir. Namun, tidak hanya melamar kembali posisi anggota BRTI, Heru juga mengikuti seleksi Komisi Informasi Pusat (KIP).
Saat ini seleksi calon anggota BRTI telah memasuki babak akhir, di mana masing-masing calon sudah harus berhadapan dengan panitia seleksi untuk memaparkan visi dan misinya. Di antara semua calon anggota, terdapat nama anggota BRTI Heru Sutadi. Heru sebelumnya duduk sebagai anggota Komite Regulasi Telekomunikasi Indonesia BRTI.
“Di BRTI jika masa tugas berakhir dan akan kembali menjadi anggota, harus melalui proses yang sama dengan calon anggota BRTI yang baru, baik tes administrasi maupun tes-tes lainnya,” ungkap Heru yang baru menjalani satu periode keanggotaan, sehingga memiliki kesempatan di periode kedua.
Ternyata, selain “daftar ulang” di BRTI, Heru juga mengikuti seleksi anggota Komisi Informasi Pusat (KIP). Proses seleksi anggota KIP saat ini memasuki tahap ke-2, di mana calon anggota diminta untuk membuat makalah yang menggambarkan visi dan misi mereka tentang permasalahan yang berkaitan dengan informasi dan solusi mengatasinya.
“Visi dan misi saya jelas, menjalankan amanat UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Nanti saya sampaikan jika saya menjalani proses wawancara di depan panitia seleksi, sebab jika sekarang tentu sangat prematur,” tutur Heru.Menurut Heru, permasalahan informasi di Indonesia sesungguhnya memasuki babakan baru, di mana informasi yang tadinya semua bersifat rahasia dan hanya sedikit yang terbuka, kini semua menjadi terbuka dan hanya sedikit yang rahasia.
“Dalam good corporate governance, publik harus diberi hak untuk ikut serta mendapatkan informasi dan ikut dalam proses pemerintahan yang transparan, penyelenggaraannya yang baik, guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan masyarakat informasi,” jelasnya.Mengenai peluangnya untuk kembali menjadi anggota BRTI maupun terpilih sebagai anggota KIP, Heru mengaku pasrah.
“Apapun hasilnya, saya yakin Allah akan memberikan jalan dan pilihan yang terbaik bagi saya,” ujarnya. Namun, dengan pengalamannya di BRTI, Heru optimis bisa lolos seleksi di kedua “kontes” yang diikutinya tersebut. “Apalagi sering juga kita menangani dispute, meminta informasi dan memberikan informasi pada masyarakat,” imbuh Heru. (Yunus)
14 Desember 2008
IPTV: Potensi dan Regulasi
Televisi berbasis protokol internet dipercaya akan menjadi salah satu killer applications layanan yang mengonvergensikan telekomunikasi, penyiaran, dan informatika pada masa depan. Mengacu pada analisis Gartner, saat ini pelanggan IPTV dunia naik 64 persen dibandingkan tahun sebelumnya sehingga mencapai 19,6 juta. Selain pengguna, pendapatan pun naik 93,5 persen hingga menjadi 4,5 miliar dollar AS.
Televisi berbasis protokol internet (IPTV) yang menawarkan layanan lebih daripada sekadar internet TV makin berkembang sejak tahun 2007. Hal itu didorong dengan hadirnya para pemain baru, misalnya YouTube, situs jejaring sosial seperti MySpace dan Facebook, serta munculnya beberapa layanan baru oleh broadcaster, seperti Hulu dari NBC dan News Corp. Dengan demikian, tidak mengherankan jika Multimedia Research Group memprediksi bahwa pelanggan IPTV tahun 2009 akan meningkat menjadi 36,9 juta.
Di Indonesia, yang serius akan segera memasuki bisnis ini adalah PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom). Dari berita media massa, dikatakan bahwa PT Telkom, PT Indonusa Telemedia (TelkomVision), dan PCCW International Limited telah menandatangani kerja sama untuk penyediaan layanan IPTV di sini. Adapun mengapa PCCW yang digandeng disebut-sebut bahwa PCCW dianggap sukses mengoperasikan salah satu IPTV komersial terbesar di dunia dan pertama kali memperkenalkan teknologi quadruple play di Hongkong, yang memungkinkan media konten dan layanan interaktif disalurkan melalui platform fixed line, broadband internet, TV, dan seluler.
Di Asia, IPTV telah menjadi primadona penyumbang pendapatan, seperti dialami PCCW di Hongkong, Telekom Malaysia, dan SingTel. Potensi IPTV di Indonesia cukup besar. Berdasarkan Roadmap Infrastruktur Telekomunikasi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi tahun lalu, diperkirakan akan ada 4,8 juta pengguna IPTV tahun 2011. Angka tersebut memang merupakan angka realistis mengingat bahwa saat ini saja sudah begitu marak hadir layanan video streaming (broadcasting) melalui melalui situs-situs, seperti Kompas.com, Detik.com, OkeZone.com, serta TV streaming dari TV One dan SCTV.
IPTV merupakan sistem di mana layanan televisi digital dikirimkan dengan menggunakan internet protokol melalui infrastuktur jaringan. IPTV menawarkan kualitas layanan end-to-end berbeda dengan internet TV yang berbasis best effort untuk inovasi yang tak terbatas, seperti siaran televisi, video on demand, personal video recorder, pay per view dari siaran langsung, high definition TV, serta personalisasi tayangan.
Arsitektur IPTV memang beragam, tetapi kecenderungannya adalah berbasis Next Generation Networks (NGN) sebagaimana telah didefinisikan dalam ITU-T Y.2012 mengenai NGN Framework Reference Architecture. IPTV berbasis NGN menggunakan Network Attachment Control Functions (NACF) untuk fungsi otentifikasi dan konfigurasi IP, Resource and Admission Control Functions (RACF) untuk fungsi kontrol sumber daya dan izin masuk, serta Service Control Functions (SCF) untuk fungsi kontrol layanan.
Karena berbasis NGN dan protokol internet, isu teknis IPTV tidak bisa diabaikan begitu saja, Seperti dalam hal interkoneksi dan routing. Paradigma interkoneksi dan routing yang selama ini lebih bersifat ”best effort” harus diubah ke arah berbasis kualitas layanan (quality of service, QoS) sebab kebutuhan lebar pita untuk format video MPEG-4 berkisar dari 5 kbps hingga 4 Mbps. Tanpa mengubah rezim interkoneksi dan pemikiran mengenai routing, layanan berkualitas end-to-end tentu sulit didapatkan.
Yang menarik, selain QoS, IPTV juga harus memerhatikan kualitas pengalaman dari pengguna (quality of experience, QoE). Hal itu karena sifat kualitas layanan yang diberikan haruslah end-to-end sebab belum tentu layanan yang keluar dari jaringan penyedia layanan IPTV sama kualitasnya dengan yang dinikmati pengguna. Dengan demikian, ada rekomendasi standar minimal untuk QoE yang menyangkut hal-hal teknis, seperti jitter, durasi maksimum atas error tunggal, error tiap empat jam maupun banyaknya paket yang hilang, periode kehilangan, dan rata-rata kehilangan dalam pengiriman video streaming berbasis IP.
Selain isu teknis, isu lain yang tidak kalah pentingnya adalah terkait dengan regulasi. Pertama adalah bagaimana menghitung dan mengatur perubahan rezim interkoneksi dari berbasis biaya (cost based) ke QoS based dengan pengembangan layanan berbasis internet protokol. QoS based merupakan alternatif biaya interkoneksi pada jaringan berbasis IP, selain berdasar volume based. Interkoneksi ini punya korelasi kuat dengan tarif ritel yang ditawarkan kepada pengguna.
Kedua, mengatur standar minimal kualitas pelayanan. Seperti dijelaskan sebelumnya, ada kualitas pelayanan (QoS) dan kualitas pengalaman dari pengguna (QoE). Jika melihat rekomendasi yang dikeluarkan ITU, sedikitnya ada 13 rekomendasi yang terkait dengan QoS. Sementara untuk QoE, rekomendasi dibedakan pada transport bit stream-nya 8 Mbps, 10 Mbps, atau 12 Mbps, di mana masing-masing mempunyai tolok ukur minimum yang berbeda.
Ketiga, bagaimana mengatur, siapa yang akan mengatur dan mengawasi serta perizinan apa saja yang diperlukan untuk memberikan layanan IPTV. Persoalan ini menjadi krusial sebab ketika kita bicara teknologi berbasis IP, itu artinya sudah mengarah ke konvergensi. Kendalanya, sektor telekomunikasi, penyiaran, dan informatika punya undang-undang (UU) yang berbeda dengan persoalan yang berbeda.
Seperti UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang dibangun dalam nuansa teknologi berbasis TDM, belum berbasis IP. Adapun UU No 32/2002 tentang Penyiaran lebih bernuansa analog, belum digital, dan bersifat broadcast, belum interaktif. Dengan kendala tersebut, termasuk siapa yang ”berhak” mengeluarkan izin, idealnya layanan IPTV dibolehkan setelah tatanan regulasi diperbaiki.
Alternatif lain, apa yang diberikan operator telekomunikasi dalam layanan mobile TV bisa dijadikan preseden. Operator dapat memberikan layanan mobile TV, tetapi tayangan TV yang lewat telepon seluler haruslah berasal dari lembaga penyiaran, termasuk lembaga penyiaran berlangganan. Cara ini dipakai India dalam mengatur layanan IPTV. Pemberi layanan IPTV dapat dilakukan jika memiliki izin terkait dengan UU Telekomunikasi dan lembaga penyiaran juga telah memiliki izin sesuai UU Penyiaran.
Namun, hal itu tetap bukan berarti penyatuan ataupun harmonisasi antara regulasi yang mengatur telekomunikasi, penyiaran, dan informatika dapat dikesampingkan sebab perkembangan teknologi tidak bisa dicegah. (Kompas, Rabu, 10 Desember 2008)
Televisi berbasis protokol internet (IPTV) yang menawarkan layanan lebih daripada sekadar internet TV makin berkembang sejak tahun 2007. Hal itu didorong dengan hadirnya para pemain baru, misalnya YouTube, situs jejaring sosial seperti MySpace dan Facebook, serta munculnya beberapa layanan baru oleh broadcaster, seperti Hulu dari NBC dan News Corp. Dengan demikian, tidak mengherankan jika Multimedia Research Group memprediksi bahwa pelanggan IPTV tahun 2009 akan meningkat menjadi 36,9 juta.
Di Indonesia, yang serius akan segera memasuki bisnis ini adalah PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom). Dari berita media massa, dikatakan bahwa PT Telkom, PT Indonusa Telemedia (TelkomVision), dan PCCW International Limited telah menandatangani kerja sama untuk penyediaan layanan IPTV di sini. Adapun mengapa PCCW yang digandeng disebut-sebut bahwa PCCW dianggap sukses mengoperasikan salah satu IPTV komersial terbesar di dunia dan pertama kali memperkenalkan teknologi quadruple play di Hongkong, yang memungkinkan media konten dan layanan interaktif disalurkan melalui platform fixed line, broadband internet, TV, dan seluler.
Di Asia, IPTV telah menjadi primadona penyumbang pendapatan, seperti dialami PCCW di Hongkong, Telekom Malaysia, dan SingTel. Potensi IPTV di Indonesia cukup besar. Berdasarkan Roadmap Infrastruktur Telekomunikasi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi tahun lalu, diperkirakan akan ada 4,8 juta pengguna IPTV tahun 2011. Angka tersebut memang merupakan angka realistis mengingat bahwa saat ini saja sudah begitu marak hadir layanan video streaming (broadcasting) melalui melalui situs-situs, seperti Kompas.com, Detik.com, OkeZone.com, serta TV streaming dari TV One dan SCTV.
IPTV merupakan sistem di mana layanan televisi digital dikirimkan dengan menggunakan internet protokol melalui infrastuktur jaringan. IPTV menawarkan kualitas layanan end-to-end berbeda dengan internet TV yang berbasis best effort untuk inovasi yang tak terbatas, seperti siaran televisi, video on demand, personal video recorder, pay per view dari siaran langsung, high definition TV, serta personalisasi tayangan.
Arsitektur IPTV memang beragam, tetapi kecenderungannya adalah berbasis Next Generation Networks (NGN) sebagaimana telah didefinisikan dalam ITU-T Y.2012 mengenai NGN Framework Reference Architecture. IPTV berbasis NGN menggunakan Network Attachment Control Functions (NACF) untuk fungsi otentifikasi dan konfigurasi IP, Resource and Admission Control Functions (RACF) untuk fungsi kontrol sumber daya dan izin masuk, serta Service Control Functions (SCF) untuk fungsi kontrol layanan.
Karena berbasis NGN dan protokol internet, isu teknis IPTV tidak bisa diabaikan begitu saja, Seperti dalam hal interkoneksi dan routing. Paradigma interkoneksi dan routing yang selama ini lebih bersifat ”best effort” harus diubah ke arah berbasis kualitas layanan (quality of service, QoS) sebab kebutuhan lebar pita untuk format video MPEG-4 berkisar dari 5 kbps hingga 4 Mbps. Tanpa mengubah rezim interkoneksi dan pemikiran mengenai routing, layanan berkualitas end-to-end tentu sulit didapatkan.
Yang menarik, selain QoS, IPTV juga harus memerhatikan kualitas pengalaman dari pengguna (quality of experience, QoE). Hal itu karena sifat kualitas layanan yang diberikan haruslah end-to-end sebab belum tentu layanan yang keluar dari jaringan penyedia layanan IPTV sama kualitasnya dengan yang dinikmati pengguna. Dengan demikian, ada rekomendasi standar minimal untuk QoE yang menyangkut hal-hal teknis, seperti jitter, durasi maksimum atas error tunggal, error tiap empat jam maupun banyaknya paket yang hilang, periode kehilangan, dan rata-rata kehilangan dalam pengiriman video streaming berbasis IP.
Selain isu teknis, isu lain yang tidak kalah pentingnya adalah terkait dengan regulasi. Pertama adalah bagaimana menghitung dan mengatur perubahan rezim interkoneksi dari berbasis biaya (cost based) ke QoS based dengan pengembangan layanan berbasis internet protokol. QoS based merupakan alternatif biaya interkoneksi pada jaringan berbasis IP, selain berdasar volume based. Interkoneksi ini punya korelasi kuat dengan tarif ritel yang ditawarkan kepada pengguna.
Kedua, mengatur standar minimal kualitas pelayanan. Seperti dijelaskan sebelumnya, ada kualitas pelayanan (QoS) dan kualitas pengalaman dari pengguna (QoE). Jika melihat rekomendasi yang dikeluarkan ITU, sedikitnya ada 13 rekomendasi yang terkait dengan QoS. Sementara untuk QoE, rekomendasi dibedakan pada transport bit stream-nya 8 Mbps, 10 Mbps, atau 12 Mbps, di mana masing-masing mempunyai tolok ukur minimum yang berbeda.
Ketiga, bagaimana mengatur, siapa yang akan mengatur dan mengawasi serta perizinan apa saja yang diperlukan untuk memberikan layanan IPTV. Persoalan ini menjadi krusial sebab ketika kita bicara teknologi berbasis IP, itu artinya sudah mengarah ke konvergensi. Kendalanya, sektor telekomunikasi, penyiaran, dan informatika punya undang-undang (UU) yang berbeda dengan persoalan yang berbeda.
Seperti UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang dibangun dalam nuansa teknologi berbasis TDM, belum berbasis IP. Adapun UU No 32/2002 tentang Penyiaran lebih bernuansa analog, belum digital, dan bersifat broadcast, belum interaktif. Dengan kendala tersebut, termasuk siapa yang ”berhak” mengeluarkan izin, idealnya layanan IPTV dibolehkan setelah tatanan regulasi diperbaiki.
Alternatif lain, apa yang diberikan operator telekomunikasi dalam layanan mobile TV bisa dijadikan preseden. Operator dapat memberikan layanan mobile TV, tetapi tayangan TV yang lewat telepon seluler haruslah berasal dari lembaga penyiaran, termasuk lembaga penyiaran berlangganan. Cara ini dipakai India dalam mengatur layanan IPTV. Pemberi layanan IPTV dapat dilakukan jika memiliki izin terkait dengan UU Telekomunikasi dan lembaga penyiaran juga telah memiliki izin sesuai UU Penyiaran.
Namun, hal itu tetap bukan berarti penyatuan ataupun harmonisasi antara regulasi yang mengatur telekomunikasi, penyiaran, dan informatika dapat dikesampingkan sebab perkembangan teknologi tidak bisa dicegah. (Kompas, Rabu, 10 Desember 2008)
02 Desember 2008
Marketing Politik, Citra dan Media Baru
Lazimnya sebuah perusahaan yang memiliki divisi pemasaran, sistem politik juga memiliki strategi pemasaran. Umumnya, pemasaran digunakan perusahaan untuk menyeleksi pelanggan, menganalisa kebutuhan mereka, sebelum menetapkan produk inovasi, iklan, harga, dan strategi distribusi yang berbasis pada riset informasi. Dalam politik, aplikasi pemasaran berpusat pada proses yang sama, namun analisa dari keputuhan bermula dari pemilih dan penduduk. Sedangkan produk pemasaran politik merupakan kombinasi dari mulai pelaku politik, pencitraannya, dan platform pendukung yang dipromosikan dan disampaikan kepada khalayak yang tepat.
Sesungguhnya, memasarkan seorang politisi untuk menjadi anggota DPR, DPRD, DPD Presiden, Wakil Presiden, Gubernur, atau Bupati, tidak beda dengan menjual McDonald’s atau sebuah BMW. Ia harus bisa mengantisipasi kebutuhan dan keinginan dari pasar, agar sukses 'terjual'. Hanya saja, dalam politik, proses tersebut lebih dinamis, dan sulit diprediksi karena kekuatan dan kompetitor yang juga dinamis. Sikap pelanggan atau pemilih, dalam hal ini juga berubah secara konstan akibat pengaruh media yang secara konstan memberitakan para kandidat.
Maka, ada dua perbedaan mencolok dalam hal pemasaran bisnis dengan pemasaran politik.
Pertama, perbedaan filosofi. Bisnis selalu bertujuan menghasilkan keuntungan, sedangkan politik adalah operasi kesuksesan demokrasi. Kemenangan politik terkadang ditentukan oleh selisih (persentase suara) yang kecil. Namun dalam bisnis, perbedaan kemenangan dan kekalahan biasanya ditentukan oleh variasi investasi yang besar. Kedua, dalam hal strategi pemasaran. Dalam bisnis, implementasi strategi pemasaran dirumuskan berdasarkan hasil penelitian. Namun dalam politik, filosofi pribadi politisi biasanya mempengaruhi strategi apa yang akan dipakai.
Perbedaan antara bisnis dan politik tidak berarti praktisi dari dua area ini memunculkan dua pasar secara bersama. Hal itu karena, pertama, keduanya mengandalkan penggunaan standar dan strategi pemasaran seperti penelitian pemasaran, segmentasi pasar, target, posisi, strategi pengembangan dan implementasi. Kedua, pemilih dapat dianalisa sebagai pelanggan dalam pasar politik, menggunakan model dan teori yang sama dalam pemasaran yang biasa dipakai studi pelanggan pada pasar komersial. Ketiga, keduanya berhubungan dengan kompetisi pasar dan membutuhkan pendekatan yang sama untuk meraih kemenangan.
Seni Menciptakan dan Menjual Citra
Satu dari yang terpenting dalam pemasaran politik yang dapat dipakai politisi untuk mengendalikan opini publik adalah citra mengenai dirinya. Di era televisi, di mana kesempatan menyampaikan pendapat hanya dalam hitungan detik, masyarakat menilai politisi dalam waktu yang singkat, sehingga kesan yang tertinggal dalam benak pemirsa lebih penting daripada pesan yang disampaikan.
Citra merek sebuah produk mewakili persepsi orang terhadap merek itu, yang dibentuk berdasar informasi yang dimiliki konsumen tentang merek tersebut. Misalnya pengalaman pribadi orang terkait merek tersebut. Citra merek juga diasosiasikan dengan perusahaan penjualnya.
Dalam politik, citra diciptakan melalui impresi visual yang dikomunikasikan dengan tampilan fisik politisi, kemunculannya di media, pengalaman, serta riwayatnya sebagai pemimpin politik. Semua informasi tadi terintegrasikan ke dalam pemikiran rakyat. Citra dari kandidat juga dipengaruhi oleh seberapa besar dukungan rakyat kepadanya.
Agar sukses memasarkan produk atau politisi, citra yang jelas harus disampaikan dalam pesan tunggal yang menggambarkan produk atau sifat utama dari politisi. Pesan juga harus disampaikan secara berbeda sehingga tidak mirip dengan pesan yang sama dari kompetitor lain. Agar efektif, citra harus dikomunikasikan secara konsisten pada setiap pesan.
Inti dari penciptaan citra kandidat adalah melakukan manipulasi dan mengontrol liputan media agar memungkinkan wajahnya hadir di televisi dan media lain. Dan pada saat bersamaan, membentuk citra secara konsisten dengan daya tarik yang dapat digunakan kandidat untuk membujuk pemilih. Akibatnya, media menciptakan konstruksi realitas bagi pemilih berdasar substansi dan citra yang mereka sampaikan.
Perubahan Strategi Kampanye
Menurut Dan Nimmo (2000), ada tiga jenis kampanye. Yaitu kampanye massa, kampanye antarpribadi dan kampanye organisasi. Kampanye massa meliputi kampanye tatap muka, menggunakan media elektronik dan media cetak sebagai perantara. Contohnya seperti radio, televisi, telepon dan surat kabar. Kampanye antarpribadi menggunakan kedekatan pribadi atau menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh lokal dalam setting yang relatif informal. Sedang kampanye organisasional, dilakukan oleh organisasi yang mendukung kandidat, organisasi yang mempunyai kepentingan khusus, kelompok penyokong dan partai politik.
Melihat perkembangan terkini dari pemilihan presiden di Amerika Serikat, terlihat bahwa kampanye telah menjadi lebih langsung dan lebih menampilkan kelicikannya. Ada tiga indikasi yang menjelaskan perubahan tersebut. Pertama, bukan seperti politik biasanya, kini kampanye mengandalkan iklan negatif. Kedua, politik berubah mengandalkan polling. Ketiga, bersandarnya kandidat pada konsultan yang mengarahkan hal-hal apa saja yang bisa dikatakan, bagaimana, kapan dan di mana mengatakannya. Dan keempat, penggunaan telemarketing dalam berkampanye. Di sini, kampanye mengandalkan iklan televisi, kaset video yang dikirim langsung ke pemilih, serta juga penggunaan teknologi informasi.
Faktanya, bagi politisi, penggunaan layanan berbasis teknologi informasi semisal internet maupun SMS, menawarkan cara yang efektif bagi kandidat untuk mengungkapkan gagasannya secara langsung dengan pemilih. Penggunaan internet dan telepon seluler untuk pemasaran langsung merupakan kombinasi teknologi yang unik yang membantu mengintegrasikan strategi pemasaran politisi. Dengan internet, kandidat mempunyai kesempatan untuk membangun kontak langsung dengan pemilih melalui debat online yang dapat dilihat secara real time (langsung).
Karenanya, mereka yang akan bertarung di Pemilu 2009, terutama capres atau cawapres, harus memiliki situs di web, juga situs jejaring sosial seperti facebook. Saya sendiri telah menyediakan wadah bagi publik untuk berdiskusi mengenai "Mencari Presiden RI 2009 (Hunting for the President)" yang dapat digunakan capres/cawapres untuk berdiskusi dengan anggota milis (mailing list) sekaligus menyampaikan visi dan misinya.
Ada dua dampak penggunaan teknologi informasi sebagai alat pemasaran langsung dalam politik secara umum. Pada sisi positif, situs yang dibuat kandidat dapat memfasilitasi diskusi ekstensif terhadap isu-isu yang berkembang. Internet menawarkan kesempatan bagi kandidat untuk menghabiskan lebih banyak waktu menyampaikan ide-ide mereka kepada pemilih karena penggunaan pemasaran langsung ini relatif tidak mahal. Internet juga memberi kesempatan bagi kandidat untuk mempresentasikan informasi yang sulit dihadirkan pada media lain.
Pada sisi negatif, potensi bahaya penggunaan internet adalah kampanye negatif. Sebab dengan sifat anonim-nya, politisi dapat saja mengirimkan informasi tentang skandal-skandal lawan politiknya tanpa diketahui identitasnya dan tanpa perlu mempertanggungjawabkannya.
Siapapun yang akan bertarung dalam Pemilu 2009 perlu mencermati adanya perubahan soal siapa yang menggerakkan opini publik dan mengantisipasi kebutuhan pasar. Wilayah Indonesia yang beragam dan tersebar memiliki pemilih yang berbeda, kebutuhan yang berbeda, serta ekspektasi yang berbeda atas karakter kandidat yang akan memimpinnya hingga lima tahun ke depan.
Di AS, untuk menjalin hubungan langsung dengan konsituennya, kandidat Partai Demokrat, Barack Obama, juga menggunakan layanan SMS. Di Indonesia, pemanfaatan layanan telekomunikasi ini sangat signifikan. Lebih dari 100 juta orang menggunakan ponsel. Sehingga SMS maupun dan multimedia messaging service (MMS), layak dipertimbangkan juga sebagai media untuk meraih hati pemilih.
Sesungguhnya, memasarkan seorang politisi untuk menjadi anggota DPR, DPRD, DPD Presiden, Wakil Presiden, Gubernur, atau Bupati, tidak beda dengan menjual McDonald’s atau sebuah BMW. Ia harus bisa mengantisipasi kebutuhan dan keinginan dari pasar, agar sukses 'terjual'. Hanya saja, dalam politik, proses tersebut lebih dinamis, dan sulit diprediksi karena kekuatan dan kompetitor yang juga dinamis. Sikap pelanggan atau pemilih, dalam hal ini juga berubah secara konstan akibat pengaruh media yang secara konstan memberitakan para kandidat.
Maka, ada dua perbedaan mencolok dalam hal pemasaran bisnis dengan pemasaran politik.
Pertama, perbedaan filosofi. Bisnis selalu bertujuan menghasilkan keuntungan, sedangkan politik adalah operasi kesuksesan demokrasi. Kemenangan politik terkadang ditentukan oleh selisih (persentase suara) yang kecil. Namun dalam bisnis, perbedaan kemenangan dan kekalahan biasanya ditentukan oleh variasi investasi yang besar. Kedua, dalam hal strategi pemasaran. Dalam bisnis, implementasi strategi pemasaran dirumuskan berdasarkan hasil penelitian. Namun dalam politik, filosofi pribadi politisi biasanya mempengaruhi strategi apa yang akan dipakai.
Perbedaan antara bisnis dan politik tidak berarti praktisi dari dua area ini memunculkan dua pasar secara bersama. Hal itu karena, pertama, keduanya mengandalkan penggunaan standar dan strategi pemasaran seperti penelitian pemasaran, segmentasi pasar, target, posisi, strategi pengembangan dan implementasi. Kedua, pemilih dapat dianalisa sebagai pelanggan dalam pasar politik, menggunakan model dan teori yang sama dalam pemasaran yang biasa dipakai studi pelanggan pada pasar komersial. Ketiga, keduanya berhubungan dengan kompetisi pasar dan membutuhkan pendekatan yang sama untuk meraih kemenangan.
Seni Menciptakan dan Menjual Citra
Satu dari yang terpenting dalam pemasaran politik yang dapat dipakai politisi untuk mengendalikan opini publik adalah citra mengenai dirinya. Di era televisi, di mana kesempatan menyampaikan pendapat hanya dalam hitungan detik, masyarakat menilai politisi dalam waktu yang singkat, sehingga kesan yang tertinggal dalam benak pemirsa lebih penting daripada pesan yang disampaikan.
Citra merek sebuah produk mewakili persepsi orang terhadap merek itu, yang dibentuk berdasar informasi yang dimiliki konsumen tentang merek tersebut. Misalnya pengalaman pribadi orang terkait merek tersebut. Citra merek juga diasosiasikan dengan perusahaan penjualnya.
Dalam politik, citra diciptakan melalui impresi visual yang dikomunikasikan dengan tampilan fisik politisi, kemunculannya di media, pengalaman, serta riwayatnya sebagai pemimpin politik. Semua informasi tadi terintegrasikan ke dalam pemikiran rakyat. Citra dari kandidat juga dipengaruhi oleh seberapa besar dukungan rakyat kepadanya.
Agar sukses memasarkan produk atau politisi, citra yang jelas harus disampaikan dalam pesan tunggal yang menggambarkan produk atau sifat utama dari politisi. Pesan juga harus disampaikan secara berbeda sehingga tidak mirip dengan pesan yang sama dari kompetitor lain. Agar efektif, citra harus dikomunikasikan secara konsisten pada setiap pesan.
Inti dari penciptaan citra kandidat adalah melakukan manipulasi dan mengontrol liputan media agar memungkinkan wajahnya hadir di televisi dan media lain. Dan pada saat bersamaan, membentuk citra secara konsisten dengan daya tarik yang dapat digunakan kandidat untuk membujuk pemilih. Akibatnya, media menciptakan konstruksi realitas bagi pemilih berdasar substansi dan citra yang mereka sampaikan.
Perubahan Strategi Kampanye
Menurut Dan Nimmo (2000), ada tiga jenis kampanye. Yaitu kampanye massa, kampanye antarpribadi dan kampanye organisasi. Kampanye massa meliputi kampanye tatap muka, menggunakan media elektronik dan media cetak sebagai perantara. Contohnya seperti radio, televisi, telepon dan surat kabar. Kampanye antarpribadi menggunakan kedekatan pribadi atau menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh lokal dalam setting yang relatif informal. Sedang kampanye organisasional, dilakukan oleh organisasi yang mendukung kandidat, organisasi yang mempunyai kepentingan khusus, kelompok penyokong dan partai politik.
Melihat perkembangan terkini dari pemilihan presiden di Amerika Serikat, terlihat bahwa kampanye telah menjadi lebih langsung dan lebih menampilkan kelicikannya. Ada tiga indikasi yang menjelaskan perubahan tersebut. Pertama, bukan seperti politik biasanya, kini kampanye mengandalkan iklan negatif. Kedua, politik berubah mengandalkan polling. Ketiga, bersandarnya kandidat pada konsultan yang mengarahkan hal-hal apa saja yang bisa dikatakan, bagaimana, kapan dan di mana mengatakannya. Dan keempat, penggunaan telemarketing dalam berkampanye. Di sini, kampanye mengandalkan iklan televisi, kaset video yang dikirim langsung ke pemilih, serta juga penggunaan teknologi informasi.
Faktanya, bagi politisi, penggunaan layanan berbasis teknologi informasi semisal internet maupun SMS, menawarkan cara yang efektif bagi kandidat untuk mengungkapkan gagasannya secara langsung dengan pemilih. Penggunaan internet dan telepon seluler untuk pemasaran langsung merupakan kombinasi teknologi yang unik yang membantu mengintegrasikan strategi pemasaran politisi. Dengan internet, kandidat mempunyai kesempatan untuk membangun kontak langsung dengan pemilih melalui debat online yang dapat dilihat secara real time (langsung).
Karenanya, mereka yang akan bertarung di Pemilu 2009, terutama capres atau cawapres, harus memiliki situs di web, juga situs jejaring sosial seperti facebook. Saya sendiri telah menyediakan wadah bagi publik untuk berdiskusi mengenai "Mencari Presiden RI 2009 (Hunting for the President)" yang dapat digunakan capres/cawapres untuk berdiskusi dengan anggota milis (mailing list) sekaligus menyampaikan visi dan misinya.
Ada dua dampak penggunaan teknologi informasi sebagai alat pemasaran langsung dalam politik secara umum. Pada sisi positif, situs yang dibuat kandidat dapat memfasilitasi diskusi ekstensif terhadap isu-isu yang berkembang. Internet menawarkan kesempatan bagi kandidat untuk menghabiskan lebih banyak waktu menyampaikan ide-ide mereka kepada pemilih karena penggunaan pemasaran langsung ini relatif tidak mahal. Internet juga memberi kesempatan bagi kandidat untuk mempresentasikan informasi yang sulit dihadirkan pada media lain.
Pada sisi negatif, potensi bahaya penggunaan internet adalah kampanye negatif. Sebab dengan sifat anonim-nya, politisi dapat saja mengirimkan informasi tentang skandal-skandal lawan politiknya tanpa diketahui identitasnya dan tanpa perlu mempertanggungjawabkannya.
Siapapun yang akan bertarung dalam Pemilu 2009 perlu mencermati adanya perubahan soal siapa yang menggerakkan opini publik dan mengantisipasi kebutuhan pasar. Wilayah Indonesia yang beragam dan tersebar memiliki pemilih yang berbeda, kebutuhan yang berbeda, serta ekspektasi yang berbeda atas karakter kandidat yang akan memimpinnya hingga lima tahun ke depan.
Di AS, untuk menjalin hubungan langsung dengan konsituennya, kandidat Partai Demokrat, Barack Obama, juga menggunakan layanan SMS. Di Indonesia, pemanfaatan layanan telekomunikasi ini sangat signifikan. Lebih dari 100 juta orang menggunakan ponsel. Sehingga SMS maupun dan multimedia messaging service (MMS), layak dipertimbangkan juga sebagai media untuk meraih hati pemilih.
Langganan:
Postingan (Atom)