15 Februari 2010

14 Tips Menggunakan Internet Secara Cerdas

Beberapa hari terakhir ini, isu internet dengan jejaring sosial nya menyeruak ke permukaan. Beberapa remaja putri dikabarkan hilang dan diculik setelah bertemu dengan teman barunya melalui situs jejaring sosial. Begitu merusakkah internet? Tentu tidak. Internet adalah sebuah alat, yang tergantung bagaimana dan untuk apa kita menggunakan alat itu. Berikut tips bagaimana menggunakan internet secara cerdas sehingga bermanfaat bagi kehidupan.

Berikut 14 Tips Berinternet secara cerdas yang sudah dimuat juga oleh Okezone.com (15/2):





1. Internet adalah gudang ilmu, gunakan semaksimal mungkin untuk mencari informasi yang menunjang pelajaran, kuliah, penelitian, pekerjaan dan hal-hal yang mencerdaskan lainnya.

2. Jangan mengumbar atau memberikan data diri Anda dengan mudah di Internet, sebab data diri Anda bisa saja disalahgunakan pihak lain.

3. Internet bersifat anonimous, mengaku perempuan tapi lelaki, bernama X tapi ternyata Y, tinggal di kota A tapi sesungguhnya di B, sehingga jangan percaya begitu saja akan informasi yang disampaikan.

4. Jejaring sosial seperti Facebook, Friendster, Twitter, My Space dan sebagainya baik untuk mempererat tali silaturahmi, berdiskusi akan banyak hal, tapi gunakanlah secara bijak, atur waktu mengakses agar tetap produktif dan jangan sembarangan menerima ajakan ”kopi darat”/bertemu dengan orang yang belum dikenal.

5. Internet mempermudah transaksi bisnis, perbankan maupun jual-beli barang, untuk itu gunakan transaksi dengan tingkat security yang aman, berhati-hati dengan nomor kartu kredit, PIN e-banking, sebab penjahat internet siap mengintai setiap saat.

6. Bagi orang tua, dampingi putra-putri saat mengakses internet dan berikan penjelasan serta batasan apa saja yang boleh diakses.

7. Untuk membatasi putra-putri yang di bawah umur mengakses situs pornografi.pornoaksi, gunakan program-program filter (seperti netnanny, K9 web protection) di komputer sehingga akses internet dapat terbatasi untuk situs-situs yang aman saja.

8. Saat ini, koneksi internet Indonesia yang terhubung ke luar negeri memerlukan kapasitas lebar pita yang besar, untuk itu utamakan membuat dan mengakses konten-konten lokal dan tidak mendownload file-file yang tidak perlu dari situs di luar negeri.

9. Selalu log out setelah Anda log in suatu aplikasi maupun transaksi apapun. Keadaan tetap log in beresiko jika ada pihak lain yang kemudian melanjutkan aplikasi maupun transaksi terutama untuk akses internt di tempat umum seperti Warnet.

10. Bahasa tulis berbeda dengan bahas lisan, sehingga gunakanlah tata bahasa yang baik dan tidak menimbulkan salah pengertian pihak lain. Kalaupun dirasa ada yang tidak pas dengan bahasa yang tertulis, pemakluman diperlukan mengingat tingkat pendidikan dan pengalaman yang berbeda ataupun kesulitan dalam menerjemahkan bahasa lisan ke tulisan, apalagi internet terutama dengan booming jejaring sosial, masih merupakan ”mainan’ baru bagi kita semua.

11. Internet bukan wilayah bebas tanpa hukum, dimana kejahatan yang dilakukan secara off line (tradisional) kemudian beralih dengan memanfaatkan teknologi informasi (online) kini juga dapat diproses secara hukum. Penjahat cyber seperti cracker, carder, pencuri data/informasi elektronik kini juga dapat dijerat secara hukum. Begitu juga bagi pihak-pihak yang melakukan penipuan, pemerasan, atau penghinaan/pencemaran nama baik secara online.

12. Perhatikan soal hak cipta saat menyalin (copy-paste) maupun menyebarkan tulisan, gambar atau video dari pihak/situs lain agar tidak ada tuntutan dikemudian hari.

13. Tidak memproduksi maupun menyebarkan spam, virus, HOAX, termasuk juga gambar/foto pornoaksi dan pornografi, terutama pornografi anak.

14. Karena akses internet berbiaya, terutama yang menggunakan waktu (seperti dial up ataupun di warnet-warnet) maupun volume, maka gunakan internet seperlunya agar biaya tidak membengkak. Kalaupun bersifat unlimited, tetap matikan akses jika sudah tidak dipakai agar jika ada pengguna lain yang ingin menggunakan, mendapatkan kualitas layanan yang seperti diharapkan.


11 Februari 2010

Modus Kejahatan Lewat Media Jejaring Sosial

Tulisan saya berjudul "Modus Kejahatan Lewat Media Jejaring Sosial" dimuat di Detikcom. Terima kasih Detikcom. Berikut isinya, silakan menikmati.
Modus Kejahatan Lewat Media Jejaring Sosial


Kolom - Potensi kejahatan internet makin meningkat dengan makin banyaknya pengakses internet, terutama dengan pemanfaatan telepon cerdas yang kian hari harga dan tarifnya kian terjangkau.


Dan basis "cybercrime" ke depan pun akan beralih ke jejaring sosial dengan makin banyaknya pengguna jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan sebagainya.


Dalam catatan, disebut-sebut Indonesia berada di posisi empat dunia dengan 14,6 juta pengguna, sementara untuk pengguna Twitter berjumlah 5,6 juta dan berada pada posisi keenam di dunia.


Dari kasus terakhir, Febriari alias Ari diduga melakukan penculikan terhadap gadis di bawah umur Marieta Nova Triani dengan menggunakan media jejaring sosial Facebook. Sebelumnya, beberapa waktu lalu, Facebook juga digunakan sebagai wahana untuk melakukan transaksi seks.


Modus kejahatan tersebut menambah deret modus-modus kejahatan internet melalui jejaring sosial yang terjadi di tanah air. Adapun modus-modus kejahatan berbasis jejaring sosial yang hadir lebih dulu antara lain pencemaran nama baik/penghinaan, penipuan, iklan judi online maupun pornografi dan pornoaksi online.


Sebagai media komunikasi, internet dengan jejaring sosialnya, bisa saja bersifat netral. Namun, sebagai pisau bermata dua, dampak negatif bisa terjadi. Sebab bila berbicara internet, semua ada di sana, dan semua bisa terjadi di sana.


Galangan pembebasan Prita Mulyasari dilakukan melalui Facebook berikut dukungan Koin Keadilan-nya, pembebasan dan pemulihan posisi pimpinan KPK Bibit-Chandra juga digalang melalui media jejaring sosial. Begitu banyak diskusi positif, ketersambungan tali silaturahmi yang lama terputus maupun demokrasi 2.0 yang terjadi melalui jejaring sosial.


Namun, ekses negatif tidak bisa dihindarkan. Luna Maya tersandung kata-kata yang ditulisnya melalui Twitter. Sebagai catatan, kejahatan melalui jejaring sosial bukanlah hal baru, melainkan perubahan bentuk kejahatan tradisional ke berbasis teknologi informasi dan komunikasi, maupun perluasan dari penggunaan internet.


Seperti penculikan yang merupakan kejahatan tradisional, yang forum perkenalannya kini melalui jejaring sosial. Prostitusi melalui jejaring sosial juga merupakan perubahan transaksi seks secara tradisional dan perluasan dari fasilitas chatting, info yang beredar di mailing list (milis) maupun situs-situs kencan.


Hal yang sama juga terkait dengan penipuan online maupun melalui jejaring sosial. Namun karena bisa lebih man-to-man, penipuan bisa lebih besar dampaknya karena sifat pertemanan yang lebih dekat dibanding mengirimi email spam, dan data-data yang terpublikasi juga bisa lebih disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.


Lalu apa yang bisa diperbuat? Yang jelas, suka atau tidak suka, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No. 11/2008 sesungguhnya telah melindungi masyarakat dari kejahatan yang berbasis teknologi informasi seperti perjudian, pencemaran nama baik/penghinaan, muatan yang melanggar kesusilaan maupun pemerasan/pengancaman.


Selain itu, hal penting lainnya adalah memberdayakan pengguna jejaring sosial itu sendiri. Sebab, meski secara teknologi bersifat netral, jejaring sosial bisa menjadi pisau bermata dua. Bisa dimanfaatkan dalam meningkatkan peran aktif masyarakat dalam proses demokrasi dan menawarkan berbagai layanan yang bersifat membangun, tetapi juga bisa bersifat merusak.


Karena berpotensi digunakan untuk kriminalitas, pengguna jejaring sosial yang masih awam perlu diberdayakan agar tidak menjadi sasaran empuk penjahat internet. Karena bersifat anonimous, hendaknya jangan percaya begitu saja dengan jenis kelamin maupun data-data tertentu dari orang yang ingin berteman dengan kita.


Data-data kita pun harus dijaga agar tidak semua dibuka dan dapat diakses semua orang. Ajakan orang yang baru dikenal hendaknya dipastikan dulu siapa orang yang mengajak, latar belakangnya, tujuannya dan hal-hal lainnya agar kita tidak menjadi korban kejahatan seperti penipuan maupun penculikan.


Apalagi sekarang anak-anak sekolah pun sudah tergabung juga dalam media jejaring sosial, yang sesungguhnya tidak diperkenankan.


Seperti tokoh "Bang Napi" mengatakan, kejahatan itu terjadi karena adanya niat pelaku dan kesempatan. Sehingga, jangan beri kesempatan penjahat untuk menipu, menculik dan hal lainnya yang menggunakan media jejaring sosial. Waspadalah dan manfaatkanlah jejaring sosial secara cerdas.



Penulis adalah pengamat teknologi informasi dan media jejaring sosial. Bisa dihubungi melalui email redaksi@detikinet.com atau langsung ke herusutadi@hotmail.com.

02 Februari 2010

Jalan Tengah Penyadapan

Tulisan saya  berjudul "Jalan Tengah Penyadapan" muncul di koran Jakarta hari ini (2/2). Silakan membaca dan mengomentari:

Pemutaran dan penyiaran rekaman pembicaraan telepon, terutama setelah sidang di Mahkamah Konstitusi terkait uji materi (judicial review) Pasal 32 Ayat (1) huruf c UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan pimpinan KPK non-aktif Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Rianto akhir tahun lalu, membuka kembali diskursus mengenai penyadapan. Apalagi saat ini pemerintah juga sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai penyadapan sebagai turunan dari UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tentu ada yang pro dan kontra.



Yang pro melihat bahwa penyadapan sah dilakukan, karena dengan begitu, misalnya yang dilakukan KPK, penyadapan menjadi alat ampuh dalam menjerat para pelaku korupsi di Indonesia. Dengan penyadapan telepon yang dilakukan tim penyidik KPK, beberapa kali berhasil membongkar ulah pelaku korupsi, yang melibatkan pihak-pihak maupun institusi penegak hukum lain. Seperti dalam kasus Jaksa Urip Tri Gunawan. Di persidangan terungkap bahwa melalui penyadapan telepon diketahui adanya hubungan antara Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip dna bahkan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Untung Uji Santoso. Dalam kasus Bibit-Chandra, kemudian tersebutlah tokoh bernama Anggodo dan kawan-kawan.


Sementara yang kontra berargumen bahwa pembicaraan telepon, termasuk aktivitas akses internet, merupakan wilayah pribadi yang dilindungi undang-undang. Sehingga, jika penyadapan dilakukan serampangan, bisa menyebabkan hal-hal pribadi terpublikasi. Istilah yang tepat dipakai hampir sama dengan judul buku tetraloginya terakhir penulis besar Indonesia Pramudya Ananta Toer, yaitu “Rumah Kaca”, dimana tidak ada lagi wilayah privasi karena semua aktivitas terpantau pemerintah dan penegak hukum. Selain “rumah kaca”, persaingan dan perseteruan para penegak hukum akan menyebabkan terjadinya saling sadap, yang muaranya kesibukan “internal” menyebabkan masalah “eksternal” berupa penegakan hukum serta pemberantasan korupsi terabaikan.


* * *


Undang-undang Telekomunikasi No. 36/1999 secara tegas menjamin privasi pengguna layanan telekomunikasi. Dalam Pasal 40 dinyatakan bahwa ”setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.” Dan menurut Pasal 41, operator telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima konsumen jasa telekomunikasi. Senada dengan itu, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No. 11/2008 pada Pasal 31 ayat (1) dan (2) juga melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.


Namun, tetap ada pengecualian dan ruang yang memungkinkan dilakukan penyadapan berdasar kedua UU itu. Penyadapan (baca: merekam informasi) dapat dilakukan untuk keperluan proses peradilan pidana atas permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu serta permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku (Pasal 42 ayat (2) UU No. 36/1999 dan Pasal 31 ayat (3) UU ITE No. 11/2008). Selain Kejaksaan dan Polri, berdasar UU 30/2002 Pasal 12 ayat (1) huruf a, KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan juga dapat melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.


Dalam perjalanannya, proses penyadapan tidak selalu mulus dilakukan sesuai dengan UU, tugas dan wewenang yang dimiliki. Permintaan tertulis tidak selalu ditandatangani oleh Jaksa Agung atau Kapolri. Dan dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, ditengarai telepon seluler Rani Juliani dan Nasrudin Zulkarnaen disadap, meski tidak secara langsung terkait dengan tindak pidana korupsi. Dari beberapa kasus penyadapan yang ada, dua tahun lalu ada juga wartawan yang disadap meski itu dilakukan untuk tugas jurnalistik. Bahkan yang aneh, ada seorang ibu yang sedang dalam proses perceraian juga disadap untuk kepentingan (bakal mantan) suaminya di Pengadilan Agama.


* * *


Dari pro dan kontra yang mengemuka, yang perlu dikedepankan adalah hak masyarakat—konsumen telekomunikasi khususnya, untuk tidak disadap. Penyadapan hendaknya dilakukan dengan sangat terbatas, mengikuti ketentuan yang ada sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing penegak hukum. Karena ada beberapa penegak hukum yang berkepentingan terhadap penyadapan, perlu ada “jalan tengah” dan aturan main yang disepakati bersama.


Yang pertama adalah perlunya gateway yang menjembatani kepentingan kejaksaan, polisi dan KPK, sehingga tidak perlu lembaga penegak hukum dalam melakukan penyadapan berhubungan dengan operator telekomunikasi secara sendiri-sendiri. Sentralisasi ini juga dapat mengurangi biaya penyediaan perangkat, operasional dan menghindari efek “rumah kaca” yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan kemungkinan salah sadap.


Kedua, perlunya prosedur operasi standar dalam hal penyadapan. Misalnya, siapa yang berwenang menandatangani permintaan tertulis penyadapan, kapan boleh dilakukan penyadapan dan sampai berapa lama. Sebab mungkin saja, walau belum ada indikasi tindak pidana atau korupsi, sudah disadap bahkan yang tidak masuk dalam tindak pidana atau korupsi juga disadap. Masa sadap yang tidak berbatas waktu, juga membuat privasi terganggu.


Dan ketiga, perlu adanya audit mengenai penyadapan yang telah dilakukan oleh para penegak hukum. Ini untuk menilai apakah mekanisme penyadapan dilakukan sesuai dengan prosedur operasi standar yang telah ditentukan. Sadap-menyadap yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, dalam waktu ke depan dapat menyebabkan ketidakpercayaan terhadap layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Padahal, perkembangan dan pemanfaatan TIK di era digital yang mengglobal sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara.


Sementara itu, terkait dengan pembukaan dan penyebaran rekaman penyadapan, perlu dilihat kembali Pasal 17 UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dimana ada beberapa informasi yang dikecualikan dari akses publik untuk mendapatkan informasi. Informasi yang dikecualikan itu diantaranya adalah apabila dibuka dan diberikan dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana maupun mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana. Selain itu, dikecualikan juga informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan dapat mengungkap rahasia pribadi.


Dalam membuka penyadapan ke publik, jika itu ‘terpaksa’ dilakukan, hendaknya disampaikan secara lengkap, sejak awal pembicaraan hingga selesai. Sebab, pembicaraan yang dipotong-potong, menyebabkan teks keluar dari konteks. Sebab, agar tidak salah makna, selalu tidak bisa melepaskan teks dari konteks pembicaraan bahkan suasana kebatinan dari pihak-pihak yang melakukan pembicaraan. (Heru Sutadi)